Rahasia Sukses Korea Selatan: Imitator Jepang yang Berhasil
Mengapa produk-produk Korea bisa berhasil di berbagai negara?
Munculnya Korea tidak tiba-tiba, sejak tahun 1970-an Korea sudah
mulai. Saat itu Korea menjadi OEM (original equipment manufacturing)
untuk pabrikan Jepang. Misalnya, mereka memproduksi ban untuk kebutuhan
mobil Toyota, atau suplai bagian-bagian mesin lainnya. Ketika
perusahaan-perusahaan Korea mulai men-develop elektronik,
mungkin mereka tertinggal 40 tahun dari Eropa atau Amerika. Saat itu
Korea hanya memproduksi TV hitam-putih. Pada tahun 1990-an, jarak antara
Amerika dan Korea hampir tidak ada. Bahkan Korea dalam beberapa hal
sudah leading.
Mengapa Korea bisa maju pesat?
Ketika Korea merdeka GDP (gross domestic product) kita sama dengan
Korea. Mungkin Anda sudah tahu soal ini. Yang menarik dari Korea, mereka
punya banyak sekali drivers, pendorong, pendobrak. Kita relatif tidak banyak memilikinya. Kita punya resources bukan main, tapi mengolah resources menjadi sesuatu yang bernilai relatif tidak banyak yang melakukan. Korea berbeda, resources
terbatas, ada ancaman dari Korea Utara, sehingga menuntut mereka untuk
bangkit dan membentuk pola industri. Satu hal lagi yang menarik dari
Korea, bujet pendidikannya besar sekali. Jika kita bicara pendidikan
yang kuat, otomatis mereka mengapresiasi penelitian dan
pengembangan/litbang (R&D). Sehingga bujet R&D mereka juga
signifikan. Nilai R&D pemerintah Korea 2,5% dari GDP, dan 8% litbang
dilakukan oleh pihak swasta. Kalau kita, 8% dilakukan oleh pemerintah.
Kalau swasta jelas, bagaimana litbangnya bisa menciptakan value
bagi market. Ini mungkin yang membedakan mengapa mereka bisa berkembang
secara signifikan. Dan mereka sangat ditakuti oleh Jepang. Kalau Cina
tidak terlalu ditakutkan Jepang karena pengembangan produknya tidak
sesignifikan Korea. Kalau Korea benar-benar imitasi Jepang ketika masuk
ke pasar Eropa dan AS. Awalnya Jepang menawarkan harga murah untuk
mengambil pasar AS dan Eropa. Strategi ini juga dilakukan Korea.
Mereka punya brand seperti Samsung yang mengglobal, yang juga
milik konglomerat, kenapa konglomerat Indonesia tidak mampu
menghadirkan produk yang sukses di pasar global?
Arahnya beda, kita dimanja, mereka tidak. Kita punya resources,
mereka tidak punya. Ada satu hal lagi, karakter mereka kuat sekali untuk
achieve something, Korea merasa harus lebih baik dibandingkan Jepang, harus kerja lebih keras dibandingkan Jepang. Kedua, masyarakatnya appreciate pada produk lokal, kita kurang. Kalau kita lihat di Korea, mereka mayoritas pakai local brand karena mereka bangga dengan local brand.
Jadi, ada beberapa kondisi yang membuat perusahaan mereka bisa lebih
berkembang dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lokal di Indonesia.
Bagaimana Anda melihat peran pemerintah Korea dalam membangun industri di sana?
Intinya government bagaimana memperkuat perusahaan dahulu, baru dipanen, diambil hasilnya. Kita belum apa-apa sudah dipanen. Harusnya masyarakat, government,
dan perusahaan menjadi satu kesatuan, baru bisa unggul. Jadi, ada yang
mengikat mereka. Jadi, bukan untuk kepentingan golongan atau kelompok.
Apakah perusahaan Korea disubsidi dan diproteksi pemerintahnya?
Awalnya mungkin ya, tapi selanjutnya tidak, karena kalau disubsidi
mereka tidak akan bisa berkompetisi. Dengan dibukanya persaingan, mau
tidak mau mereka berpikir harus menciptakan value bagi market. Mereka juga tidak diproteksi, karena masyarakatnya sendiri sudah mencintai produk-produk dalam negeri. Ini yang membuat market
mereka berkembang. Penduduk mereka sedikit, jadi mau tidak mau mereka
harus mengekspor. Jadi, lokal market saja tidak cukup untuk mereka survive.
Apa yang menjadi leading sector Korea?
Mereka leading di teknologi, apakah itu otomotif, elektronik, dan telco.
Ini menjadi masa depan industri Korea. Mengapa Samsung kuat, karena
platform mereka di pasar LCD sangat kuat, LCD dipakai untuk TV, telco,
dan komputer. Jadi, mereka benar-benar memilih platform produk yang
banyak dipakai oleh industri lainnya. Ketika mereka mengembangkan baja,
baja banyak digunakan oleh industri, sehingga produksinya menjadi besar,
ketika produksi membesar cost per satuannya menjadi lebih kecil, sehingga mereka lebih kompetitif. Fase berikutnya men-develop brand.
Sekarang kalau kita bicara Samsung dari sisi harga di beberapa kategori
sudah di atas RIM dan Nokia, penyebabnya karena Samsung memiliki advantage dari sisi ongkos produksi. Di sisi lain, Samsung mulai memerhatikan sisi marketingnya sehingga brand menjadi kuat. Ketika brand
kuat, harga bisa dinaikkan. Ini yang menakutkan, sehingga beberapa
perusahaan elektronik Jepang harus berkolaborasi karena tidak kuat
melawan Samsung.
Apakah suatu saat Korea bakal melewati Jepang?
Sekarang sudah nomor 4 di Asia, di bawah Cina, Jepang, dan India.
Jadi, potensi ke arah itu ada. Jika kita bicara industri elektronik,
sebagian sudah dikuasai merek Korea. Yang dikhawatirkan selanjutnya oleh
Jepang adalah industri otomotif.
Dari sisi marketing, apa yang menarik dari merek-merek Korea?
Mereka awalnya menawarkan harga yang murah dengan kualitas dan spesifikasi yang berkualitas. Begitu brand-nya kuat, mereka menaikkan harga. Awalnya Samsung murah, begitu customer value meningkat, harganya ikut naik.
Produk elektronik Korea direspons dengan baik oleh konsumen Indonesia, tapi di otomotif sepertinya belum begitu berhasil?
Karena produk Korea terhitung baru. Masalah lain pilihan diler di
sini. Kebetulan diler otomotif Jepang dikuasai Astra yang relatif kuat.
Kita tidak tahu ke depan, jika bicara otomotif tidak bicara semata soal
produk, tapi juga after sales service-nya. Jepang khawatir dengan otomotif Korea karena desain dan spesifikasi yang ditawarkan, dan harganya jauh lebih murah.
Sekarang ada fenomena budaya K-Pop yang juga digemari di
Indonesia. Mengapa masyarakat Indonesia terkesan begitu mudah menerima
budaya populer Korea?
Yang pasti, apa yang ditawarkan Korea berbeda dengan produk budaya
lainnya. Jangan lupa, Korea sangat kuat di konten. Jika kita bicara
komunikasi, salah satu negara yang kuat men-develop konten adalah Korea, sehingga dia bisa lebih mengerti market. Karena konten yang dikonsumsi oleh mayoritas konsumen juga digarap Korea, entah itu lewat media, fi lm, TV.
Beberapa perusahaan Korea cukup cerdik memanfaatkan artis-artis Korea sebagai brand ambassador mereka?
Mereka smart, link-nya dijaga betul oleh mereka. Bayangkan
grup Suju sampai konser dua hari di Indonesia. Jadi, marketingnya
benar-benar jalan. Di sisi lain, makin banyaknya penyanyi Indonesia yang
mengikuti tren K-Pop bisa mempermudah penetrasi brand-brand Korea di Indonesia.
Ini mungkin pertanyaan klise, apa yang bisa dipetik dari keberhasilan bangsa Korea?
Intinya satu, kekuatan Korea adalah karakter, nation building-nya kuat. Kedua,
militansi. Militansi menjadi keharusan bagi Korea, karena ada Korea
Utara yang setiap saat bisa melakukan agresi ke Korsel. Militan yang high achievers, ini yang membuat bangsa Korsel terkenal sebagai pekerja keras. Ketiga, pendidikan dianggap penting bagi Korsel, indeks pendidikan di Korea menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Keempat, capacity. Jika capacity memadai, baru bisa bicara R&D. Mereka yang punya knowledge kuat tidak akan puas dengan satu level produk, dia akan men-develop. Empat hal ini yang membuat bangsa Korea relatif maju.
Bagaimana dengan Indonesia, apa kita tidak memiliki faktor keunggulan agar bisa seperti Korea?
Punya, bayangkan dalam jangka 17 tahun, orang East Timor
bisa berbahasa Indonesia. Belanda yang menjajah Indonesia 350 tahun,
hanya sedikit sekali orang Indonesia yang bisa berbahasa Belanda.
Sementara di pertanian misalnya, Indonesia punya sumber genetik yang
bukan main beragamnya. Ini sebenarnya keunggulan bagi bangsa Indonesia.
Tapi, karena salah mengelola, ini menjadi liabilities, bukan
aset. Keunggulan lain yang tidak dimiliki oleh bangsa lain, keragaman
budaya maupun keragaman sumber daya alam, tinggal ada drivers-drivers yang menyulam ini semua agar Indonesia menjadi bangsa besar. Di sini pentingnya framing untuk berpikir positif, bahwa bangsa kita bangsa besar. Dan media harus membantu menciptakan framing yang baik-baik tentang Indonesia. Jangan melulu mengangkat yang negatif, sehingga terkesan Indonesia tidak punya masa depan.