BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah PTK
Salah satu model pembelajaran yang dapat
dilaksanakan di dalam kelas untuk mengaktifkan siswa belajar adalah
pembelajaran melalui pendekatan Implementative Learning. Pembelajaran Implementative
Learning menekankan pada menghubungkan mata pelajaran
dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa agar mampu
menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dari kegiatan pembelajaran yang demikian ini,
diharapkan dapat mendorong munculnya lima bentuk cara belajar siswa; (1) siswa
dapat menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi yang diserap; (2)
siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep baru; (3) siswa dapat menerapkan
konsep dan informasi di depan; (4) siswa dapat mengkoordinasikan konsep dan
informasi yang diperoleh dengan pelajaran; dan (5) siswa dapat menstransfer
konsep dan informasi yang dimiliki kepada pelajar lain ( Wiyono, 2004).
Prinsip demokratis yang dirumuskan
dalam misi pendidikan tampak terealisasi pada bentuk pembelajaran yang tidak
lagi menempatkan bahwa guru mata
pelajaran IPS sebagai subyek dan pusat sumber belajar sebagaimana pada
pembelajaran konvensional. Prinsip kreatif dan inovatif juga ditampakkan pada
menyelidiki, terbuka, mencetuskan dan mempertahankan ide, berpikir keras sampai
pada batas kemampuan untuk memecahkan masalah, menetapkan dan mengikuti standar
sendiri, dan mencetuskan cara-cara baru dalam memandang persoalan (Nur, 2001).
Dari uraian di atas yang
menjadi permasalahan, selama ini proses pembelajaran IPS yang ditemui masih
secara konvensional, seperti ekspositori, drill atau ceramah. Proses ini hanya
menekankan pada pencapaian tuntutan kurikulum dan penyampaian tekstual semata
daripada mengembangkan kemampuan belajar dan membangun individu. Kondisi seperti
ini tidak akan menumbuh kembangkan aspek kemampuan dan aktivitas siswa seperti
yang diharapkan. Akibatnya nilai-nilai yang didapat tidak seperti yang
diharapkan. Dalam hal ini guru ingin memperbaiki keadaan tersebut dengan
mencobakan suatu strategi pembelajaran yang belum pernah dilaksanakan, yaitu
pendekatan pembelajaran yang akan membuat siswa dapat belajar aktif dimana
siswa lebih berpartisipasi aktif sehingga kegiatan siswa dalam belajar jauh
lebih dominan dari pada kegiatan guru dalam mengajar.
Sehubungan dengan
permasalahan tersebut di atas, maka dilakukan penelitian tindakan kelas untuk
mengatasi permasalahan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Implementative
Learning model kooperatif sebagai solusinya.
B. Rumusan Masalah PTK
Dengan mengacu pada latar
belakang masalah yang telah dikemukakan di depan, berikut ini dikemukakan
rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Apakah pendekatan Implementative
Learning dalam pembelajaran IPS pada
pokok bahasan zaman kolonial Belanda dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X AK I SMKN I Kadipten Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa
Barat Tahun Pelajaran 2012/2013?
2. Apakah peningkatan aktivitas belajar dengan
menggunakan pendekatan Implementative Learning dalam pembelajaran IPS pada pokok bahasan zaman kolonial Belanda dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X AK I SMKN I Kadipten
Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013 ?
C. Tujuan Kegiatan PTK
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini
bertujuan :
1. Untuk mengetahui pendekatan Implementative Learning model
kooperatif dalam pem belajaran IPS pada pokok bahasan zaman kolonial Belanda dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X AK I SMKN I Kadipten
Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013.
2. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar dengan menggunakan
pendekatan Implementative Learning dalam pembelajaran IPS pada pokok bahasan zaman
kolonial Belanda dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa kelas X AK I SMKN I Kadipten
Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013.
D. Manfaat Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan kelas
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain :
1. Sebagai sarana peneliti untuk mengembangkan
pengetahuan ketrampilan, dan wawasan berpikir kritis guna melatih kemampuan
memahami dan menganalisa masalah-masalah pendidikan secara sistematis dan
konstruktif.
2. Memberikan masukan kepada guru IPS sebagai
bahan pertimbangan dalam meningkatkan kegiatan belajar mengajar.
3. Memberikan motivasi siswa dalam berpikir
kritis, kreatif, dan inovatif untuk meningkatkan prestasi belajar IPS .
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Implementative
1. Pengertian
Pembelajaran implementative rnempunyai
pengertian pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan
situasi dunia yang nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa agar
menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai
anggota keluarga dan masyarakat (Kasihani, 2001). Pembelajaran implementative merupakan suatu konsepsi yang membantu guru
mengaitkan konsep mata pelajaran dengan situasi dunia dan memotivasi siswa
membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (Nur, 2001). Lebih lanjut Nur
menyebutkan implementative merupakan suatu reaksi terhadap teori yang pada
dasarnya behavioristik yang telah mendominasi pendidikan selama puluhan tahun.
Pendekatan implementative mengakui bahwa
pembelajaran merupakan suatu proses kompleks dan banyak fase ber1angsung jauh
melampaui drill-oriented dan metodelogi stimulus dan response yang
dikembangkan oleh pembelajaran berorientasi pada psikologi behaviorisme.
Berdasarkan teori tersebut, belajar hanya terjadi jika siswa memproses
informasi atau pengetahuan baru sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan
kerangka berpikir yang dimilikinya.
Dalam praktek, puluhan tahun
proses pembelajaran berorientasi pada psikologi behaviorisme ini melahirkan
proses pendidikan "gaya bank" (Freire, 2001). Anak didik dianggap
sebagai "bejana kosong" yang akan diisi sebagai sarana
tabungan atau sarana modal ilmu pengetahuan yang hasilnya akan dipetik kelak.
Guru adalah subyek aktif, dan anak adalah obyek pasif yang penurut. Lebih jauh,
Freire (2001 : 19) merinci ciri pembelajaran konven sional sebagai berikut :
(a) guru mengajar dan murid belajar; (b) guru tahu segalanya, dan murid tidak
tahu apa-apa; (c) guru berpikir, dan murid dipikirkan; (d) Guru aktif bicara, dan
murid mendengarkan; (e) guru mengatur, dan murid diatur; (f) guru memilihkan,
(dan memaksakan pilihannya) murid menuruti; (g) guru bertindak dan murid
membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya; (h) guru
memilihkan apa yang diajarkan dan murid menyesuaikan diri dengan pilihan guru;
(i) guru mengacaukan ilmu pengetahuan dan wewenang profesionalismenya dengan
kebebasan murid-muridnya; dan (j) guru menjadi subyek dan pusat segalanya dan
murid menjadi obyek yang ditentukan.
Pola pembelajaran implementative
sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional yang kita kenal selama ini.
Beberapa perbedaan tersebut dapat kita gambarkan dalam tabel berikut ini :
Tabel :
Perbedaan Pola
Pembelajaran Konvensional
dengan Implementative Learning
Konvensional
|
Implementative Learning
|
|
I . Menyandarkan kepada hafalan
|
1.
|
Mendasarkan pada memori spesial
|
2. Pemilihan informasi ditentukan
|
2.
|
Pemilihan informasi berdasarkan
|
oleh guru
|
|
kebutuhan individu siswa
|
3. Cenderung terfokus pada satu
|
3.
|
Cenderung mengintegrasikan
|
bidang (disiplin) tertentu
|
|
beberapa bidang (disiplin)
|
4. Memberikan tumpukan
|
4.
|
Selalu mengaitkan informasi dengan
|
informasi kepada siswa sampai
|
|
pengetahuan awal yang telah
|
pada saatnya diperlukan
|
|
dimiliki siswa
|
5. Penilaian hasil belajar hanya
|
5.
|
Menerapkan penilaian autentik
|
melalui kegiatan berupa ujian /
|
|
melalui penerapan praktis dalam
|
ulangan.
|
|
pemecahan masalah.
|
Orang dapat belajar secara
paling baik dalam konteks, dalam suatu yang terkait dengan kebutuhannya. Fakta
dan ketrampilan yang dipelajari secara terpisah sulit untuk diserap, disamping
akan cepat menguap bagaikan asap. Belajar terbaik dapat dilakukan dengan
mengerjakan pekerjaan itu sendiri dalam proses penyelaman ke "dunia
nyata" secara terus menerus, menggunakan umpan balik, perenungan,
evaluasi, dan penyelaman kembali (refleksi).
Secara lebih rinci, Nur
(2001) menguraikan tujuh kata kunci dalam pembelajaran Implementative Learning :
a. Penemuan (inquiri)
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan induktif, diawali
dengan pengamatan dalam rangka memahami suatu konsep. Dalam praktek,
pembelajaran melewati siklus kegiatan mengamati, bertanya, mengana lisis, dan
merumuskan teori, baik secara individual maupun secara bersama-sama dengan
teman lainnya. Penemuan juga merupakan aktivitas untuk mengembangkan dan
sekaligus menggunakan ketrampilan berpikir kritis siswa.
b. Pertanyaan (questioning)
Pertanyaan merupakan alat pembelajaran bagi guru untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Pertanyaan juga
digunakan oleh siswa selama melaksanakan kegiatan yang berbasis penemuan.
Pertanyaan dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga : (a)
pertanyaan diskriptif yaitu pertanyaan dengan kata ganti apa; (b) pertanyaan
eksplanatif yaitu pertanyaan yang mengarahkan pada permintaan kepada siswa
untuk menjelaskan (misal : jelaskan dan bagaimana proses terjadinya); (c)
pertanyaan kritis dan kreatif, yaitu pertanyaan yang meminta kepada siswa untuk
mengungkap informasi yang tersurat dan tersirat pada fakta dan informasi
(misalnya beberapa pertanyaan yang menggunakan kata ganti tanya mengapa).
c. Kontruktifisme (contructivisme)
Siswa membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman-pengalaman
baru berdasarkan pengalaman awal. Pengalaman awal selalu merupakan dasar /
tumpuan yang digabung dengan pengalaman baru untuk mendapatkan pemahaman baru.
Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman yang bermakna.
d. Masyarakat belajar (learning
community)
Proses pembelajaran berlangsung dalam situasi sesama siswa
saling berbicara dan menyimak, berbagai pengalaman di antara mereka. Bekerja
sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran siswa aktif lebih baik
jika dibandingkan dengan belajar sendiri. Hal ini berbeda dengan pembelajaran tradisional
yang secara tidak langsung mendidik siswanya untuk menjadi individu yang
egoistis, tidak banyak peduli pada lingkungannya. Kawan sekelas tidak dipandang
sebagai mitra, namun dipandang sebagai pesaing. Lebih tragis lagi jika
persaingan mereka tidak sehat.
e. Penilaian autentik (authentic assessment)
Penilaian autentik ini bersifat mengukur produk pembelajaran
yang bervariasi, yaitu pengetahuan dan ketrampilan. Penilaian ini juga
mempersyaratkan penerapan pengetahuan atau ketrampilan. Penilaian ini tidak
hanya melihat produk akhir, tetapi juga prosesnya.
f. Refleksi (Reflection)
Salah satu pembeda pendekatan Implementative Learning dengan
pendekatan tradisional yang berbentuk cara-cara berpikir tentang sesuatu yang
telah dipelajari oleh siswa. Dalam proses berpikir itu, siswa dapat merevisi
dan merespon kejadian, aktivitas, dan pengalaman mereka. Prosedur umumnya siswa
mencatat butir-butir materi yang telah dipelajarinya, siswa dilatih untuk
mengenali ide-ide baru yang muncul. Bentuk aktivitas refleksi dapat berupa
jurnal, diskusi, maupun hasil karya/seni.
g. Permodelan (Modelling)
Aktivitas guru di kelas memiliki efek model bagi siswa jika
guru mengajar dengan berbagai variasi metode dan teknik pembelajaran, secara
tidak langsung siswapun akan meniru metode atau teknik yang dilakukan guru
tersebut. Kondisi yang demikian ini banyak memberikan manfaat. Guru dapat
me1akukan aktivitas mengucapkan hal-hal yang dipikirkan (think alloud).
Guru juga dapat memanfaatkan efek model ini dengan mendemontrasikan cara guru
menginginkan siswa belajar. Guru juga dapat melakukan sesuatu yang diinginkan
agar siswa melakukannya.
2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Implementative
Menyampaikan pembelajaran
sesuai dengan konsep teknologi pendidikan dan pembelajaran pada hakikatnya
merupakan kegiatan menyampaikan pesan kepada siswa oleh narasumber dengan
menggunakan bahan, alat, teknik, dan dalam lingkungan tertentu. Agar
penyampaian tersebut efektif, perlu diperhatikan beberapa prinsip desain pesan
pembelajaran. Prinsip itu antara lain prinsip kesiapan dan motivasi, penggunaan
alat pemusat perhatian, partisipasi aktif siswa, perulangan, dan umpan balik.
a. Kesiapan dan Motivasi
Prinsip kesiapan dan
motivasi menyatakan bahwa jika dalam menyampaikan pesan pembelajaran siswa siap
dan mempunyai motivasi tinggi, hasilnya akan lebih baik. Siap disini bermakna siap
pengetahuan prasyarat, siap mental dan siap fisik. Untuk mengetahui kesiapan
siswa perlu diadakan tes prasyarat.
Selanjutnya, motivasi
merupakan dorongan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, termasuk
melakukan kegiatan belajar. Dorongan bisa berasal dari dalam maupun dari luar
diri siswa. Motivasi juga dapat ditingkatkan dengan memberikan hadiah dan
hukuman (reward and punishment).
b. Penggunaan Alat Pemusat Perhatian
Jika dalam penyampaian pesan
digunakan alat pemusat perhatian, hasil belajar akan meningkat. Terpusatnya
mental terhadap suatu objek memegang peranan penting bai keberhasilan proses
belajar. Semakin memperhatikan akan semakin berhasil, semakin tidak
memperhatikan akan gagal. Meskipun penting, perhatian mempunyai sifat sukar
dikendalikan dalam waktu lama. Karena itu, perlu digunakan berbagai alat dan
teknik untuk mengendalikan atau mengarahkan perhatian. Alat pengendali
perhatian yang paling utama adalah media seperti gambar, ilustrasi, bagan warna
warni, audio, video, penegas visual, atau penegas verbal. Teknik yang paling
dapat digunakan untuk mengendalikan perhatian misalnya gerakan, perubahan,
sesuatu yang aneh, mengagetkan, rnenegangkan, lucu, atau humor.
c. Perulangan
Jika penyampaian pesan
pembelajaran diulang-ulang, hasil belajar akan lebih baik. Perulangan dilakukan
dengan cara dan media yang sama maupun dengan cara dan media yang berbeda.
Perulangan dapat pula dilakukan dengan memberikan tinjauan selintas awal pada
saat memulai pelajaran dan ringkasan atau kesimpulan pada akhir pelajaran. Perulangan
dapat pula dilakukan dengan jalan menggunakan kata - kata isyarat tertentu
seperti "sekali lagi saya ulang", dan "dengan kata lain",
singkat kata", dan sebagainya.
d. Umpan Balik
Jika dalam penyampaian pesan
siswa diberi umpan balik, hasil belajar akan meningkat. Jika salah diberikan
pembetulan (corrective feedback) dan jika betul diberi konfirmasi atau
penguatan (confirmative feedback). Siswa akan menadi mantap jika betul
kemudian dibetulkan. Sebaliknya, siswa akan tahu letak kesalahannya jika diberi
tahu kesalahannya dan dibetulkan. Secara teknis, umpan balik diberikan dalam
bentuk kunci jawaban yang benar.
3. Strategi Pelaksanaan
Pembelajaran Implementative
Agar
pelaksanaan pembelajaran Implementative Learning dapat
lebih efektif, guru harus berperan dengan baik dalam hal merencanakan,
mengimplemen tasikan, merefleksikan dan menyempurnakan pembelajaran. Untuk itu
strategi pengajaran yang harus dilakukan guru dalam pembelajaran Implementative
Learning adalah sebagai berikut :
a. Menekankan pada pemecahan
masalah/problem. Pengajaran diawali dengan menyajikan masalah nyata yang
relevan dengan keluarga siswa, pengalaman sekolah, tempat kerja, dan masyarakat
yang menpunyai arti penting bagi siswa. Siswa didorong untuk berpikir kritis dan
sistematis untuk menemukan masalah dan menggunakan isi materi pembelajaran
untuk menyelesaikan masalah.
b. Mengakui bahwa kebutuhan belajar siswa terjadi
berbagai konteks, seperti dirumah, masyarakat, tempat kerja. Pengetahuan yang diperoleh
siswa yang tidak lepas dari mana dan bagaimana siswa mendapatkan pengetahuan, dan
pengetahuannya semakin bertambah jika mereka mempelajari dari lingkungan yang
bervariasi.
c. Mengontrol dan mengarahkan siswa menjadi
pebelajar yang mandiri (self regulated-learneds) dengan cara
memperkenankan siswa selalu melakukan uji coba (trial and error),
sehingga pada akhirnya siswa dengan bimbingan yang sedikit dapat memproses
informasi, memecahkan masalah dan memanfaatkannya.
d. Memahami
keragaman konteks hidup siswa dan dapat memanfaatkannya sebagai daya pendorong
sekaligus menambah kompleksitas pembelajaran itu sendiri, melalui kerja sama
dan aktivitas kelompok belajar yang terdiri dari keragaman siswa sehingga dapat
membangun ketrampilan interpersonal, yaitu berpikir melalui komunikasi dengan
orang lain.
e. Guru bertindak sebagai fasilitator, pelatih,
dan pembimbing akademis dalam mendorong siswa untuk melakukan kerjasama dalam
belajar. Komunitas pembelajaran terbentuk di dalam tempat kerja dan sekolah
kaitannya dengan suatu usaha untuk bersama-sama menggunakan pengetahuan,
memusatkan tujuan pembelajaran dan memperkenankan semua orang untuk belajar
dari sesamanya.
f. Menggunakan penilaian autentik (Authentic
Assessment). Penilaian autentik tidak hanya mengukur seberapa banyak
pengetahuan yang telah dikumpulkan oleh siswa, tetapi juga dapatkan siswa
menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah kehidupan nyata meskipun
tarafnya sederhana.
4. Evaluasi Pembelajaran Implementative
Untuk menentukan apakah
pembelajaran Implementative Learning dapat mening katkan hasil belajar siswa,
diperlukan strategi penilaian yang beragam. Hal yang berkaitan dengan hasil
belajar meliputi penilaian pembelajaran Implementative Learning yang
dapat membangun dan memperluas pengalaman siswa dibandingkan sebelumnya, apakah
pembelajaran Implementative Learning dapat membantu siswa dalam
menyelesaikan/memecahkan persoalan dunia nyata, atau siswa mengalami
peningkatan dalam mengekspresikan apa yang mereka ketahui termasuk bagaimana
menggunakan pengetahuannya di dalam dan di luar sekolah.
Strategi penilaian dan alat
ukurnya dikatakan baik jika ada kesesuaian dengan tujuan dan dampak nyata (aut
come) yang diharapkan dari materi pelajaran tertentu. Dari tujuan dan out come
materi pelajaran, muncul ragam strategi penilaian yang dapat mengukur prestasi
siswa dan pengetahuan proses di dalam aktivitas pembelajaran (konteks autentik)
salah satu prinsip penilaian pada pembelajaran Implementative Learning adalah
tidak hanya menilai apa yang diketahui oleh siswa, tetapi juga menilai apa yang
dapat dilakukan oleh siswa. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukanlah
penilaian autentik (authentic assessment). Strategi penilaian yang dapat
dikategorikan pada penilaian autentik adalah penilaian kinerja (performance
assessment), observasi sistematik, dan portofolio (Depdikbud, 2002 : 25).
Penilaian kinerja digunakan untuk mengetahui kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan
pada suatu konteks tertentu. Observasi sistematik digunakan untuk mengetahui
dampak aktivitas pembelajaran terhadap sikap siswa. Up Grading Learning merupakan kumpulan dari berbagai ketrampilan,
ide, minat, dan keberhasilan siswa selama jangka waktu tertentu yang wujudnya
dapat berupa catatan, gambar, atau semua hasil pekerjaan siswa yang berwujud
fisik. Jika dibandingkan dengan teknik evaluasi tradisional, strategi evaluasi
autentik yang telah disebutkan di atas merupakan revolusi. Perubahan besar
dilakukan terhadap sasaran evaluasi dan teknik mengevaluasinya. Sasaran berubah
dari mengukur seberapa banyak pengetahuan siswa ke arah mengukur bagaimana
siswa dapat menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan persoalan kehidupan
nyata. Karena sasaran yang berubah ini, tekniknya pun berubah dari teknik
pencil and paper test ke arah tes perbuatan dengan teknik utama observasi
tindakan.
Pada tahap transisi, sebelum
sosialisasi model penilaian autentik dilakulcan secara terus menerus oleh
Departernen Pendidikan Nasional, guru akan sulit menyesuaikan dengan paradigma
baru ini. Itulah alasannya mengapa pada buku panduan Implementative Learning (Depdiknas, 2004) masih disebutkan bahwa
evaluasi kinerja dapat dilakukan dalam bentuk pilihan ganda. Masih
diperbolehkannya model pilihan ganda tersebut juga merupakan jalan tengah untuk
menyikapi kondisi-kondisi kelas-kelas di sekolah yang umumnya masih kelas besar,
dengan jumlah murid di atas 40 orang dalam pengawasan satu guru. Menurut
peneliti, pengadaptasian model tes kinerja ke dalam bentuk tes obyektif pilihan
ganda dapat dilakukan dengan syarat (1) setiap butir tes berisi problem
kehidupan yang direkayasa dan (2) penilaian dengan tes obyektif bukan
satu-satunya cara mengukur perkembagan siswa, perlu dipadukan dengan evaluasi
pengamatan misalnya melalui Lembar Kegiatan Siswa. Jika dua pesyaratan tersebut
terpenuhi tes obyektif tersebut dapat digunakan, meskipun baru bertaraf semi
autentik (quasi authentic problem base evaluation) dan belum dapat
dikategorikan penilaian autentik yang sesungguhnya.
B. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif
mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil
saling membantu dalam belajar. Mereka biasanya dilatih ketrampilan-ketrampilan
spesifik untuk membantu agar dapat bekerja sama dengan baik, misalnya menjadi
pendengar yang baik, memberi penjelasan yang baik, mengajukan pertanyaan dengan
benar, dan sebagainya. (Wikandari, Sugianto, 1999 : l9). Beberapa kalimat guru
yang mendorong siswa untuk bekerja kooperatif adalah : Diskusikan dengan teman
kalian tugas yang diberikan. Yakinlah bahwa dengan bekerja sama kalian dapat
menyelesaikan tugas dengan baik.
Menurut Ibrahim, dkk
(2000:7) beberapa ciri pembelajaran yang menggunakan medel kooperatif diuraikan
sebagai berikut :
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif
untuk menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c. Jika
mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok
ketimbang individu.
Dalam pembelajaran
kooperatif terdapat 6 langkah utama yang dapat dilakukan guru. Langkah-langkah
tersebut digambarkan pada tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Langkah-langkah
Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
|
Tingkah laku Guru
|
Fase l
Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa
Fase 2
Menyajikan informasi
Fase 3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan
belajar
Fase 5
Evaluasi
Fase 6
Memberi penghargaan
|
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai
pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Guru
menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
Guru
mejelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Guru
membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yng telah dipelajari atau masingmasing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Guru
mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok.
|
Dalam kegiatan pembelajaran
faktor waktu dan tempat juga sangat mempengaruhi. Secara umum pembelajaran
kooperatif mengajukan tuntutan lebih kuat pada sumber daya waktu daripada model
pembelajaran lain (Ibrahim, dkk, 2000 : 35). Pembelajaran kooperatif memerlukan
waktu lebih lama bagi siswa untuk berinteraksi mengenai ide-ide penting dari
pada waktu yang diperlukan untuk menyajikan ide-ide secara langsung pada siswa.
Untuk itu guru harus dapat merencanakan secara realistik tentang persyaratan
waktu untuk rneminimalkan jumlah waktu yang terbuang. Demikian juga pengaturan
ruangan harus dilakukan secara khusus agar kegiatan pembelajaran dapat
berlangsung lebih efisien dan memberi suasana nyaman bagi guru dan siswa.
Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk mengembangkan model pembelajaran kooperativ. Beberapa variasi
pembelajaran kooperativ yang paling ekstensif dideskripsikan, diantaranya tipe
STAD (Student - Team Achienement Divinisions) Jigsaw, TAI (Team - Assited
Individualization), CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition),
Penelitian Kelompok (Croup Investigation). Penelitian ini menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Untuk selanjutnya disebut model pembelajaran
kooperatif STAD.
Dalam pembelajaran
kooperatif skor yang dihitung adalah skor individu dan skor tim. Skor tim
didasarkan pada peningkatan skor anggota tim dibandingkan dengan skor yang lalu
mereka sendiri. Kelebihan dari penskoran ganda ini adalah dapat menampung siswa
yang ambisius dalam menyelesaikan tugas sekaligus siswa yang tidak melakukan
pekerjaan yang seharusnya mereka lakukan. Dengan skor individu dapat terlihat
bagaimana siswa terlibat dalam preses pembelajaran. Sedangkan dengan adanya
skor tim dapat memotivasi siswa yang mempunyai kemampuan lebih untuk membantu
siswa dengan kemapuan kurang agar meningkatkan prestasinya, karena preindividu
sangat menentukan skor tim.
Menurut Slavin dalam Ibrahim
dkk, (2000 : 256) prosedur penskoran digambarkan dalam tabel di halaman berikut
:
Tabel 2.3
Langkah Penskoran Pembelajaran Kooperatif
Langkah
|
Perilaku siswa
|
Langkah 1
Menetapkan skor dasar
Langkah 2
Menghitung skor kuis terkini
Langkah 3
Menghitung skor perkembangan
|
Setiap
siswa diberikan skor berdasarkan skor-skor kuis yang lalu
Siswa
memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan dengan pelajarn terkini
Siswa
mendapatkan poin perkembangan yang besarnya ditentukan apakah skor kuis
terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka.
|
Tabel
:
Skala Pemberian Poin Implementative
Uraian
|
Poin
|
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar
10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor dasar
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar
Lebih dart 10 poin di atas skor dasar
Pekerjaan sempurnya (tanpa memperhatikan skor dasar)
|
0 poin
10 poin
20 poin
30 poin
30 poin
|
Skor tim yang diperoleh
diumumkan secara tertulis, dan tim yang mengalami peningkatan, diberi
penghargaan atau ganjaran yang sesuai. Hal ini membuat hubungan antara bekerja
dengan baik dan mendapat pengakuan menjadi jelas bagi siswa, dan dapat
meningkatkan motivasi mereka untuk melakukan yang terbaik. Skor tim dihitung
dengan menjumlahkan poin peningkatan yang diperoleh tiap anggota tim dan
membagi jumlah itu dengan jumlah anggota tim yang mengerjakan kuis. Untuk
menghitung skor tim, guru perlu mencatat nilai perkembangan anggota tim pada
lembar skor kuis.
BAB III
METODE PENELITIAN TINDAKAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dirancang dalam
bentuk siklus tindakan. Dalam siklus tindakan terdiri atas empat kegiatan,
yakni rencana tindakan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian
dilaksanakan dalam tiga siklus. Siklus 1 dilaksanakan pada tanggal 2 Oktober 2012 siklus 2 dilaksanakan
pada tanggal 9 Oktober 2012, siklus 3 dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2012.
B. Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMKN I Kadipaten Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun
Pelajaran 2012/2013. Subyek penelitian adalah sebagaian dari siswa kelas X AK I sebanyak 41 siswa.
C. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah :
1. Siswa, tentang aktivitas
belajar siswa dalam pembelajaran IPS melalui pendekatan Implementative Learning
pada pokok
bahasan zaman kolonial Belanda di kelas X
AK I SMKN I Kadipten Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun
Pelajaran 2012/2013
2. Aktivitas guru IPS dalam pengelolaan pembelajaran IPS melalui
pendekatan Implementative Learning pada pokok bahasan zaman kolonial Belanda di kelas X AK I SMKN I Kadipten Kabupaten
Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013.
3. Dokumen tentang nilai hasil belajar siswa.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian: pengamatan (observasi),
catatan lapangan, dan dokumentasi. Pengamatan difokuskan pada pelaksanaan
pembelajaran IPS melalui pendekatan kontekshial pada pokok bahasan zaman kolonial Belanda. Catatan lapangan dilakukan dengan mencatat
peristiwa nyata yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar baik secara
diskriptif maupun reflektif. Dokumentasi berupa kegiatan mendokumen data verbal
tertulis dan foto.
E. Analisis Data
Analisis data dilakukan
dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif yang bersifat linear
(mengalir) yang didalamnya melibatkan kegitan penelaahan seluruh data yang
telah dikumpulkan, reduksi data (didalamnya terdapat kegiatan pengkategorian
dan pengklasifikasian) dan verifikasi, serta penyimpulan data. Penentuan
keberhasilan tindakan didasarkan pada dua tinjauan, yakni proses belajar dan
hasil belajar. Penentuan keberhasilan proses didasarkan pada diskriptor
kualifikasi terhdap aktivitas belajar siswa, sedangkan penentuan keberhasilan
hasil belajar ditentukan melalui ulangan harian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Tindakan
Penelitian tindakan ini
dilakukan dalam tiga siklus, dengan hasil sebagai berikut :
Siklus 1
l. Perencanaan
Perencanaan tindakan
meliputi kegiatan menyusun rencana pem belajaran (RP) atau skenario
pembelajaran melalui pendekatan Implementative Learning. Sebagai pendamping
guru IPS menggunakan lembar kegiatan siswa (LKS) yang menekankan pada aktivitas
mengamati, menganalisis, menyimpulkan, dan mengkomunikasikannya kepada teman
sebaya. Membuat lembar observasi untuk memantau kegiatan pembelajaran, membuat
alat evaluasi untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa.
2. Pelaksanaan
Pada pelaksanaan tindakan
ini, guru IPS mensosialisasikan pembelajaran IPS pokok bahasan mematuhi peraturan sekolah melalui pendekatan Implementative Learning sebagaimana tergambarkan pada rencana
pembelajaran (RP). Saat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, guru IPS membagi
kelas menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok beranggotakan 5 siswa
secara heterogin, guru menyajikan/menyampaikan materi pembelajaran, guru IPS memberi
tugas kepada kelompok untuk dikerjakan, anggota kelompok yang sudah menguasai
diminta menjelaskan pada anggota kelompoknya sampai anggota dalam kelompok itu
mengerti atau memahami, guru berkeliling membimbing, mengawasi, dan langsung
menilai proses pembelajaran terhadap siswa, sete1ah selesai, lewat juru bicara
mempresentasikan hasil pembahasan di kelompoknya, kelompok lain dapat
memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya, guru IPS memberikan
penjelasan (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan
kesimpulan, pada akhir pertemuan diadakan evaluasi.
3. Observasi
Selama berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar, observasi dilaksanakan secara kolaborasi oleh dua
pengamat, yakni guru kelas dan guru mata
pelajaran pendamping dengan menggunakan instrumen yang meliputi : aktivitas
siswa dan aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran Implementative Learning kooperatif.
a. Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru dan
siswa dalam kegiatan pembelajaran :
1) Aktivitas Guru IPS
Pengamatan aktivitas guru IPS
pada pertemuan pertama yang merupakan pembelajaran siklus pertama dilakukan
selama 2 x 45 menit. Dalam praktek pembelajaran waktu yang digunakan untuk
kegiatan pembelajaran berlangsung selama 65 menit, dan sisa waktu digunakan
untuk kuis I .
Data hasil pengamatan
terhadap terhadap aktivitas guru pada siklus pertama ditunjukkan pada tabel
berikut :
Tabel :
Aktivitas
Guru Dalam Pembelajaran
Implementative Learning Siklus Pertama
No
|
Kategori Aktivitas Guru IPS
|
Kemunculan
|
1
|
Menyampaikan pendahuluan
|
20.05%
|
2
|
Menjelaskan materi / mendemontrasikan ketrampilan
|
25,72%
|
3
|
Memotivasi siswa dalam kelompok kooperatif
|
4,50%
|
4
|
Memberi latihan terbimbing dalam kelompok kooperatif
|
7,35%
|
5
|
Memeriksa pemahaman siswa dan memberikan umpan
balik bagi siswa yang bertanya dan mengklarifikasi
materi yang kurang jelas
|
22,98%
|
6
|
Resitasi/tanya jawab
|
7,45%
|
7
|
Membantu siswa melakukan refleksi
|
11,90%
|
Aktivitas guru IPS yang
dominan adalah menjelakan materi (25,72%), dan aktivitas guru dalam memeriksa
pemahaman siswa, memberi umpan balik dan mengklarifikasi materi yang kurang
jelas (22,98%). Aktivitas pendahuluan yang muncul sebanyak 20.05%. Pada tahap
pendahuluan guru melakukan identifikasi pengetahuan awal siswa terhadap pokok bahasan ibadah mu’amalah. Guru IPS juga
memberi apersepsi berbentuk pertanyaan-pertanyaan tentang apa apa itu kolonialism dan apa perbedaan dengan
imperalism. Tujuan pembelajaran juga disampaikan pada tahap ini. Aktivitas
guru-guru IPS dalam memberi motivasi siswa dalam kelompok kooperatif sebanyak
4,28%. Dalam hal ini guru IPS memberi dorongan tentang pentingnya kerja bersama
dalam kelompok dan sistem penilaian dalam pembelajaran Implementative. . Selama
siswa bekerja kooperatif guru IPS selalu memberi bimbingan dalam
kelompok-kelompok tersebut. Aktivitas bimbingan guru yang muncul sebanyak 7,35%.
Selama kegiatan pembelajaran kooperatit guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk bertanya, dan meminta siswa yang lain untuk menjawabnya. Guru IPS mengklarifikasi
pemahaman siswa yang kurang jelas. Aktivitas tanya jawab yang muncul sebanyak 7,45%.
Di akhir pembelajaran guru membantu siswa melakukan refleksi (11,90%). Guru
meminta siswa dari beberapa kelompok menyampaikan catatan kecil tentang materi
yang telah diperoleh selama kegiatan pembelajaran. Refleksi yang dibuat siswa
bisa berbeda, dan bagi siswa yang refleksinya kurang lengkap bisa menambah dari
siswa yang lain yang lebih lengkap.
2) Aktivitas Siswa
Indikator aktivitas siswa
dirumuskan ada tujuh subaktivitas yang diyaknini jika ketujuh aktivitas itu
muncul secara maksimal, suasana pembelajaran ideal akan terwujud.
Data aktivitas siswa dapat ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel :
Aktivitas Siswa dalam Kegiatan
Pembelajaran Implementative Siklus
Pertama
No
|
Kategori Aktivitas Siswa
|
Kemunculan
|
1
|
Memperhatikan
penjelasan guru
|
21,54%
|
2
|
Membaca/mengerjakan
(buku siswa, LKS, Soal)
|
7,14%
|
3
|
Bekerja dalam
kelompok kooperatif
|
7.5%
|
4
|
Mendemontrasikan
kegiatan yang ada dalam LKS
|
20,01 %
|
5
|
Menyajikan hasil
pengamatan dalam diskusi
kelompok kooperatif
|
11,41%
|
6
|
Berdiskusi/tanya
jawab antara guru dan siswa
|
14,74 %
|
7
|
Merefleksikan materi
pelajaran
|
12,74%
|
Sejalan dengan aktivitas
guru, aktivitas dominan siswa adalah mendengarkan penjelasan guru (21,54%) dan
mendemontrasikan kegiatan yang ada pada LKS (20,01%). Penjelasan guru
menyangkut definisi dan konsep mematuhi
peraturan sekolah dengan berbagai ilustasi,
guru IPS berusaha memancing siswa agar mengingat pengertian tentang mematuhi peraturan sekolah . Kemudian mengaitkan pengertian mematuhi
peraturan sekolah yang telah dikuasai
oleh siswa dengan dunia nyata dalam kehidupan siswa sehari-hari.
Pada saat ini, guru aktif
juga menguatkan apa yang dilihat siswa. Dalam proses penguatan ini, guru juga
memperkaya dengan contoh-contoh praktek kolonial Belanda selama menjajah di
Indonesia. Guru IPS dianggap banyak menjelaskan karena setelah demontrasi dan
diluar tugas LKS, guru mengaitkan mematuhi
peraturan sekolah ini dengan dunia nyata
kehidupan siswa.
Pada tahap ini, pengamat
menilai kegiatan pembelajaran adalah guru aktif menjelaskan pada siswa aktif
rnendengarkan penjelasan guru. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa
sebenarnya penjelasan guru yang banyak didengarkan siswa bukanlah penjelasan
dari metode ceramah (langsung), melainkan perpaduan penjelasan model pembelajaran implementative
b. Data prestasi belajar siswa
Data prestasi siswa dapat dilihat ada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3
Skor Prestasi Belajar Siswa Siklus Pertama
Kelompok
|
Skor Perkembangan 1
|
Predikat
|
L
|
25
|
Hebat
|
2
|
-
|
-
|
3
|
20
|
Baik
|
4
|
20
|
Baik
|
5
|
-
|
-
|
Dari hasil kuis pertama
nilai yang diperoleh belum maksimal, karena dari 25 Siswa yang mendapatkan
nilai diatas 65 sebanyak 15 siswa (68.18%). Ini berarti dari pembelajaran
siklus pertama 15 siswa yang tuntas belajarnya. Dan dalam 4 kelompok yang ada,
hanya 3 kelompok yang berhak mendapat predikat, yaitu kelompok l dengan
predikat hebat, kelompok 3 dan kelompok 4 dengan predikat baik sedangkan
kelompok 2 dan kelompok 5 tidak mendapat predikat.
4. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi
pada siklus 1, diperoleh hasil temuan sebagai berikut:
a. Terdapatnya keaktifan siswa dalam memperhatikan penjelasan
guru.
b. Siswa aktif mendemontrasikan kegiatan yang ada pada LKS.
c. Guru aktif memeriksa pemahaman siswa dan memberi umpan balik
bagi siswa yang bertanya, dan mengklarifikasi materi yang kurang jelas.
d. Terdapatnya kesulitan siswa dalam belajar secara kooperatif
sehingga masih bersikap menonjolkan diri. Hal ini karena kurangnya aktivitas
guru dalam rnengelola pembelajaran untuk memotivasi dalam kelompok kooperatif
dan memberikan latihan bimbingan dalam kelompok kooperatif.
Siklus 2
1. Perencanaan
Beberapa hal yang
direncanakan guru untuk menyelesaikan permasa lahan pada siklus pertama adalah
(a) guru berusaha menyampaikan tujuan pembelajaran dengan lebih variatif, (b)
guru berusaha membiasakan siswa bekerja dalam kelompok kooperatif dan
memotivasi siswa untuk bekerja kooperatif, (c) guru berusaha memberi latihan
terbimbing dan lebih banyak memberi kesempatan siswa untuk berinisiatif dan
menemukan konsep, (d) guru akan lebih banyak memberi contoh yang aplikasi
dengan kehidupan nyata siswa agar terbiasa bersikap positif, dan (e) guru
berusaha menyesuaikan tingkat kesulitan dan jumlah butir soal dengan waktu yang
tersedia.
2. Pelaksanaan
Guru mengawali kegiatan
pembelajaran dengan memberi apersepsi berupa pertanyaan kepada siswa tentang
perlunya memiliki kesadaran tentag
konsep ibadah dalam berbicara dan bekerja. Kemudian guru IPS menyampaikan
tujuan pembelajaran, dilanjutkan dengan meminta siswa duduk dalam kelompok
kooperatif. Guru membagi LKS dan meminta siswa mengerjakan LKS tersebut sambil
mengingatkan kepada siswa tentang pentingnya bekerja kooperatif. Waktu yang
digunakan untuk mengerjakan LKS kurang lebih 10 menit. Kemudian guru meminta
beberapa siswa mengerjakan hasil kerja kelompoknya di papan tulis, dilanjutkan
dengan diskusi dan tanya jawab. Setelah selesai guru membantu siswa melakukan
refleksi. Diakhir pem belajaran guru memberikan kuis.
3. Observasi
Berikut ini data hasil pengamatan kegiatan pembelajaran.
a. Data hasil pengamatan
terhadap aktivitas guru dan siswa dalam kelompok pembelajaran
l ) Aktivitas Guru
Data hasil pengamatan terhadap aktivitas guru pada siklus
kedua ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel :
Aktivitas
Guru Dalam Pembelajaran
Implementative
Siklus
Kedua
No
|
Kategori Aktivitas Guru
|
% Kemunculan
|
1
|
Menyampaikan pendahuluan I
|
17
|
2
|
Menjelaskan materi atau mendemontrasikan ke-terampilan
|
22,10
|
3
|
Memotivasi siswa dalam kelompok kooperatif
|
12,42
|
4
|
Memberi latihan terbimbing dalam kelompok
Kooperatif
|
12,5
|
5
|
Memeriksa siswa dan
pemahaman memberikan umpan balik bagi siswa yang bertanya
danmengklarifikasi materi yang kurang jelas
|
15.75
|
6
|
Resitasi/tanya jawab
|
14.25
|
7
|
Membantu siswa melakukan refleksi
|
10
|
Pada siklus kedua aktivitas
guru pada pendahuluan sebanyak 17%. Pada tahap ini guru memberi beberapa
pertanyaan apersepsi tentang perubahan materi yang telah dipelajari sebelum nya.
Guru juga memberi informasi dan instruksi tentang eksperimen yang dilakukan
pada hari tersebut, serta mengingatkan kelompok untuk bekerja lebih maksimal
agar mendapat penghargaan Aktivitas yang dominan tetap guru menjelaskan materi/mendemontrasikan
ketrampilan (22,10%) dan memeriksa pemahaman siswa dan mem berikan umpan balik
bagi siswa yang bertanya dan mengklarifikasi materi yang kurang jelas (15.75%).
Meski sudah dengan sadar guru bermaksud mengurangi dominasi aktivitasnya,
tetapi karena pertanyaan siswa yang beruntun akhirnya guru tetap menjelaskan,
mendemontrasikan, dan memberikan umpan balik pada siswa. Akibatnya, dominasi
waktu untuk siklus ini tidak banyak berubah Perubahan terjadi pada usaha guru
memotivasi siswa untuk bekerja dalam kelompok kooperatif (12,42%), lebih
meningkat dari siklus sebelumnya yang hanya 7.5% Ini dilakukan oleh guru secara
ketika beberapa siswa masih mempertanyakan aspek-aspek yang mempengaruhi
kesadaran siswa untuk melakukan tindakan dalam mematuhi peraturan sekolah. Guru
banyak memotivasi agar mereka berdiskusi dengan teman sekelompok sebelum
bertanya kepada guru Langkah ini tampaknya berhasil, sehingga suasana diskusi
dalam kelompok kooperatif lebih hidup.
Yang masih dianggap sebagai
permasalahan pada akhir siklus kedua ini adalah organisasi pelaporan dan
keberanian siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok kooperatif di
depan kelas. Dari 4 kelompok yang ada, yang berkesempatan mempresentasikan hasil
kerja kelompok kooperatifnya hanya 2 kelompok. Dari 2 kelompok yang tampil rata-rata
masih menunjukkan sikap ragu-ragu, khawatir salah. Cara melaporkan hasil kerja
kelompoknya pun masih kurang jelas, melompat-lompat. Meski demikian, tanggapan
dari kelompok di luar kelompok penyaji sangat baik. Mereka secara antusias
berebut kesempatan untuk memberikan komentar. Bahkan jawaban yang sama pun juga
dikomunikasikan. Bagi peneliti sampai pada siklus kedua ini suasana belajar
mengajar induktif dengan suasana ceria sudah mulai tampak. Hal yang akan
dimaksimalkan pada siklus ketiga adalah suasana belajar dalam kelompok
kooperatif, karena menurut hemat peneliti ini merupakan kunci belajar secara
induktif.
2) Aktivitas Siswa
Dalam kegiatan pembelajaran
siswa sudah disiapkan untuk mengikuti kegiatan belajar. Hal ini tarnpak
antusias siswa dalam menjawab pertanyaan apersepsi yang dilontarkan guru, juga
ketika siswa diminta untuk melakukan kegiatan praktikum siswa berebut
mengacungkan tangan untuk melakukan praktikum, serta siswa segera duduk dalam
kelompok kooperatifnya ketika guru minta. Berikut data aktivitas siswa selama
kegiatan pembelajaran berlangsung.
Tabel :
Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus Kedua
No
|
Kategori Aktivitas Siswa
|
% Kemunculan
|
1
|
Memperhatikan penjelasan guru
|
6
|
2
|
Membaca/mengerjakan (buku siswa, LKS, Soal)
|
14
|
3
|
Bekerja dalam kelompok kooperatif
|
12,5
|
4
|
Mendemontrasikan kegiatan yang ada dalam LKS
|
12,5
|
5
|
Menyajikan
hasil pengamatan dalam diskusi
kelompok
kooperatif
|
22,5
|
6
|
Berdiskusi/tanya jawab antara guru dan siswa
|
20.5
|
7
|
Merefleksikan materi pelajaran
|
12
|
Aktivitas siswa sudah
menunjukkan kesesuaian dengan aktivitas guru. Aktivitas dominan siswa yang
muncul adalah menyajikan hasil pengamatan dalam kelompok kooperatif (22,5%),
berdiskusi atau tanya jawab antara guru dan siswa (20.5%), dan bekerja dalam
kelompok kooperatif (22.5%). Aktivitas dominan ini menunjukkan bahwa suasana
belajar dalam kelompok kooperatif telah berjalan. Demikian pula presentasi di
depan kelas terhadap hasil diskusi pada kelompok kooperatif juga sudah
berjalan.
b. Data prestasi belajar siswa
Berikut ini data tentang
prestasi belajar siswa pada siklus kedua.
Tabel :
Skor Prestasi Belajar Siswa Siklus Kedua
Kelompok
|
Skor Perkembangan 2
|
Predikat
|
1
|
30
|
Super
Super I
|
2
|
20
|
Baik
|
3
|
25
|
Hebat
|
4
|
20
|
Baik
|
5
|
20
|
Baik
|
Dari hasil kuis kedua nilai
yang diperoleh sudah ada peningkatan. Dari 22 Siswa yang mengikuti kuis, 18
siswa yang mendapatkan nilai di atas 65. Ini berarti pembelajaran siklus kedua 18
siswa (81.82%) yang belajarnya tuntas. Sedang dari kuis kedua ini diperoleh
jumlah kelompok yang meraih predikat meningkat menjadi 5 kelompok (pada kuis
pertama hanya 3 kelompok). Kelompok yang meraih predikat tersebut adalah
kelompok 1 dengan predikat super, kelompok dua dengan predikat baik, kelompok 3
dengan predikat hebat, kelompok 4 dan kelompok 5 dengan predikat baik.
4. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi
pada siklus 2 menunjukkan kemajuan dengan temuan adanya peningkatan aktivitas
guru da1am membimbing kelompok belajar untuk memotivasi siswa agar mereka dapat
bekerja secara kooperatif dengan teman sekelompoknya. Hal ini berarti suasana
diskusi dalam kelompok kooperatif lebih hidup dan arus diskusi menyebar, tidak
tampak siswa yang ingin menonjolkan diri. Namun pada siklus ini masih terdapat
kekurangannya yaitu keberanian siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi.
Siklus 3
l. Perencanaan
Permasalahan yang terjadi
pada siklus 2 akan diatasi pada siklus 3. Beberapa hal yang direncanakan guru
untuk menyelesaikan permasalahan pada siklus kedua adalah (1) guru berusaha
memberi kesempatan kepada semua kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya, (b) guru berusaha menyesuaikan tingkat kesulitan dan jumlah butir
soal dengan waktu yang tersedia, (c) guru lebih memotivasi siswa agar tidak
ragu-ragu mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas, dan (d)
guru berusaha lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk menganalisis data dan
mengembangkannya.
2. Pelaksanaan
Guru mengawali kegiatan
pembelajaran dengan memberi apersepsi kepada siswa dengan menanyakan materi
pelajaran yang lalu dan sekarang. Kemudian memacing siswa dengan bertanya,
apakah pentingnya mematuhi peraturan
sekolah dalam kehidupan sehari-hari.
Guru menginformasikan bahwa pada hari itu siswa akan belajar tentang
membiasakan berkata dan bekerja dengan jujur. Kemudian guru menyampaikan tujuan
pembelajaran. Pada waktu itu siswa sudah duduk dalam kelompok kooperatif. Guru
membagi LKS dan meminta siswa berdiskusi dengan teman sekelompoknya untuk
pengerjaan LKS tersebut.
3. Observasi
a. Aktivitas Guru
Berikut disajikan data hasil pengamatan kegiatan pembelajaran.
1) Data hasil pengamatan terhadap aktivitas guru pada siklus
ketiga ditunjukkan pada tabel di halaman berikut :
Tabel :
Aktivitas
Guru Dalam Pembelajaran
Implementative Siklus Ketiga
No
|
Kategori Aktivitas Guru
|
% Kemunculan
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Menyampaikan pendahuluan
Menjelaskan materi / mendemontrasikan
Ketrampilan
Memotivasi siswa dalam kelompok kooperatif
Memberi
latihan terbimbing dalam kelompok kooperatif
Memeriksa Pemahaman siswa dan memberikan umpan balik bagi
siswa yang bertanya dan meng klarifikasi materi yang kurang jelas
Resitasi/tanya jawab
Membantu siswa melakukan refleksi
|
18.75
25.05
6.20
25.02
9.35
6.28
9.35
|
Dari tabel di atas dapat
diketahui bahwa pada siklus ketiga terdapat perbedaan penggunaan waktu yang
mencolok. Dominasi waktu digunakan oleh guru untuk menjelaskan dan
mendemontrasikan ketrampilan dan memberikan latihan terbimbing pada kelompok
kooperatif yang masingmasing mengambil waktu 25.05%. Aktivitas lain,
memotivasi siswa (6,20%), memeriksa pemahaman siswa dan memberikan umpan balik
(9,35%), resitasi/tanya jawab (6,28%) dan membantu siswa melakukan refleksi
(9,35%).
Sebagaimana pada siklus
pertama dan kedua, aktivitas pendahuluan secara kuantitatif tampak mengambil
waktu banyak (18,75%). Hal ini disebabkan karena di dalam aktivitas pendahuluan
terdapat 4 sub aktivitas sehingga persentase yang terbaca pada tabel tinggi.
Analisis ini juga didukung oleh persentase penggunaan waktu secara keseluruhan
tiap siklus. Pada siklus pertama, pendahuluan mengambil Waktu 25.72%, siklus
kedua 17%, dan siklus ketiga 18,75%. Tampak bahwa pada setiap siklus, waktu
yang dibutuhkan kurang dari 20%, tidak sampai mengambil seperlima keseluruhan
waktu.
2) Aktivitas Siswa
Pada siklus ketiga tampak
bahwa siswa lebih siap mengikuti kegiatan pembelajaran. Ketika guru masuk siswa
sudah siap duduk dalam kelompok kooperatifnya. Begitu juga ketika menjawab
pertanyaan, apersepsi guru siswa tampak antusias, dan berebut mengacungkan tangan
untuk melakukan demontrasi di depan kelas.
Tabel :
Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus Ketiga
No
|
Kategori Aktivitas Siswa
|
% Kemunculan
|
1
|
Memperhatikan penjelasan guru
|
12
|
2
|
Membaca/mengerjakan (buku siswa, LKS, Soal)
|
15.60
|
3
|
Bekerja dalam kelompok kooperatif
|
9,40
|
4
|
Mendemontrasikan kegiatan yang ada dalam LKS
|
15,67
|
5
|
Menyajikan
hasil pengamatan dalam diskusi
kelompok
kooperatif
|
25
|
6
|
Berdiskusiltanya/jawab antara guru dan siswa
|
12,5
|
7
|
Merefleksikan materi pelajaran
|
9,38
|
Pada siklus ketiga aktivitas
siswa dalam kelompok kooperatif lebih dipertajam lagi, menyajikan hasil
pengamatan dalam diskusi kelompok kooperatif (25%), membaca / mengerjakan LKS
(15,85.71%), dan mendemontrasikan kegiatan yang ada pada LKS (15,67%).
b. Data Prestasi Siswa
Berikut ini data tentang prestasi belajar siswa pada siklus
ketiga.
Tabel 4.9
Skor
Prestasi Belajar Siswa Siklus Ketiga
Kelompok
|
Skor Perkembangan 3
|
Predikat
|
1
|
30
|
Super
|
2
|
25
|
Baik
|
3
|
25
|
Hebat
|
4
|
30
|
Super
|
5
|
30
|
Super
|
Dari hasil kuis ketiga
terjadi peningkatan prestasi belajar siswa. Dari 22 orang siswa yang
mendapatkan nilai diatas 65 sebanyak 20 siswa
ini berarti pembelajaran siklus ketiga ada
20 siswa (90.91%) tuntas belajarnya. Kelompok 1, kelompok 4 dan kelompok 5
dengan predikat super, kelompok 3 dengan predikat hebat, kelompok 2 dengan
predikat baik. Hal ini berarti ada peningkatan predikat kelompok.
4. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi
pada siklus 3, diperoleh hasil temuan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam
menyajikan hasil pengamatan dalam kelompok kooperatif, peningkatan aktivitas
guru dalam membimbing kelompok kooperatif dalam mengerjakan tugas. Namun hal ini
masih terdapat kelemahan pada aktivitas siswa pada saat diskusi kelas, siswa
belum terampil menyeleksi pendapat. Masih banyak pendapat yang mengulang
pendapat kawan meskipun reaksinya berbeda.
B. Pembahasan Atas Hasil Tindakan
Berdasarkan data yang
diperoleh dari siklus 1 sampai dengan siklus 3 menunjukkan adanya perubahan ke
arah peningkatan aktivitas belajar siswa untuk pencapaian tujuan penelitian.
Pada siklus l, aktivitas
guru yang menonjol dalam kegiatan pembelajaran adalah menyampaikan pendahuluan
(20%) Tahap pendahuluan ini memerlukan waktu yang cukup banyak karena di
dalamnya terdapat beberapa sub aktivitas operasional, yaitu (a) identifikasi
kemampuan awal siswa, (b) pemberian apersepsi, (c) menyampaikan tujuan pembelajaran,
dan (d) penjelasan tahapan kerja untuk tatap muka pada pertemuan itu.
Langkah guru dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran siswa sudah sesuai dengan langkah-langkah
model pembelajaran kooperatif yang meliputi menyampaikan tujuan pembelajaran dan
memotivasi siswa (Ibrahim, dkk.2000:35). Berdasarkan prinsip pembelajaran Implementative
Learning siswa dapat belajar secara paling baik dalam
kontek, dalam seuatu yang terkait dengan kebutuhan yang diterapkan dalam
kehidupan mereka (Nur, 2001). Untuk itu guru dalam mengaitkan pelajaran
sekarang dengan sebelumnya berusaha dibuat nyata, dengan tidak mengabaikan
pengetahuan awal siswa sebelumnya.
Aktivitas guru yang lain
adalah memeriksa pemahaman siswa dan memberi umpan balik bagi siswa yang
bertanya, dan mengklarifikasi materi yang kurang jelas (22,85%). Hanya saja
dalam mengklarifikasi materi yang kurang jelas guru tampak memaksakan pemahaman
kepada siswa sejalan dengan kegiatan guru dalam pembelajaran, siswa aktif dalam
mendengarkan penjelasan guru (21,42%). Penjelasan guru yang banyak didengarkan
siswa bukanlah penjelasan dari metode ceramah langsung melainkan perpaduan
penjelasan metode diskusi, demontrasi dan tanya jawab. Siswa aktif dalam
mendemontrasikan kegiatan yang ada pada lembar kegiatan siswa (LKS) dengan
melakukan kegiatan. Eksperimen yang
dilakukan siswa termasuk dalam kategori
model pembelajaran Implementative Learning, yaitu mengontrol dan mengarahkan
siswa menjadi pembelajar yang mandiri (self regulated-learners) dengan
cara mernperkenankan siswa selalu melakukan uji coba (trial and error),
sehingga pada akhirnya siswa dengan bimbingan yang sedikit dapat memproses
informasi, memecahkan masalah, dan memanfaatkannya (Satmoko, 2002 ; 81).
Siswa mengerjakan lembar
kegiatan siswa (LKS) dengan cara berkelompok 5 siswa, dengan kemampuan yang
berbeda. Yang menjadi kendala dalam pembentukan kelompok adalah pada saat siswa
diminta duduk dalarn kelompok kooperatif, siswa masih kebingungan duduk
dibangkunya dan beberapa siswa lupa dengan nama-nama anggota kelompoknya,
sehingga bertanya kepada guru. Kelemahan pada siklus 1 ini dicoba diatasi pada
siklus berikutnya. Sesuai dengan indikator pembelajaran Implementative Learning
dengan pembentukan kelompok siswa diharapkan
berpartisipasi secara teratur dalam diskusi dengan cara berbagi (sharing),
berkomunikasi, dan menanggapi konsep dan keputusan penting.
Hasil dari lembar kegiatan
siswa (LKS) disajikan oleh beberapa kelompok. Beberapa siswa secara bergantian
menuliskan hasil pengamatannya, dan siswa kelompok lain menanggapi. Kegiatan
ini berlangsung dalam keadaan siswa dan guru sangat antusias. Banyak siswa
aktif dalam kegiatan tanya jawab, bahkan beberapa siswa tetap ingin memberikan
pendapatnya meskipun jawaban tersebut ternyata sama dengan kelompok sebelumnya
Hanya kelemahannya keaktifan siswa tersebut masih tampak menonjolkan diri
sendiri dan bukan mewakili kelompoknya. Ini dipengaruhi oleh kurangnya guru
dalam memotivasi siswa untuk bekerja kooperatif dan kurangnya guru memberi
latihan terbimbing dalarn kelompok kooperatif.
Diakhir pembelajaran guru
memberi kuis untuk mengukur prestasi belajar siswa. Nilai yang diperoleh siswa
masih belum maksimal, karena dari 22 Siswa yang dapat menuntaskan belajarnya
masih 15 siswa.
Pada siklus 2, aktivitas
guru yang menonjol dalam kegiatan pembelajaran adalah menyarnpaikan pendahuluan
(17,50%). Tahap penda huluan masih memerlukan wakhr yang banyak karena di
dalamnya terdapat sub aktivitas operasional seperti yang sudah dibahas pada siklus
pertama. Tujuan pembelajaran yang disampaikan guru masih belum menunjukkan
peningkatan dari siklus pertama. Langkah guru memberi persepsi sesuai dengan
ciri pembelajaran Implementative Learning , yaitu selalu mengaitkan informasi dengan
pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa (Depdikbud, 2002).
Aktivitas dominan guru yang
lain adalah memeriksa pemahaman siswa dan memberi umpan balik bagi siswa yang
bertanya, dan mengklarifikasi materi yang kurang jelas. Guru berusaha agar
contoh yang diberikan termasuk dalam konteks yang digunakan siswa dan dapat
mengembangkan sikap positif siswa. Terdapat peningkatan aktivitas guru
memotivasi siswa dalam kelompok kooperatif (menjadi 7,5% dari 4,28% pada siklus
pertama) dan memberi latihan terbimbing dalam kelompok kooperatif (menjadi
12,5% dari 7,15% pada siklus pertama).
Berdasarkan indikator
pembelajaran kooperatif, langkah guru membentuk kelompok belajar dan memotivasi
siswa bekerja kooperatif. Guru memotivasi agar mereka berdiskusi dengan teman
sekelompok sebelum bertanya kepada guru. Langkah ini tampaknya berhasil,
sehingga suasana diskusi dalam kelompok kooperatif lebih hidup Latihan
terbimbing yang muncul 12,5% dilakukan guru dalam menjelaskan materi. Guru
meminta beberapa siswa untuk membantu melaksanakan eksperimen, serta memancing
siswa untuk membuat simpulan dari eksperimen tersebut.
Sejalan dengan kegiatan
guru, aktivitas siswa dalam pemblajaran adalah siswa aktif menyajikan hasil
pengamatan pada kelompok kooperatif (12,5%). Dalam hal ini masih terdapat
kelemahan, yaitu keberanian siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok
kooperatif di depan kelas. Hanya 4 kelompok yang tampil, rata-rata masih
menunjukkan sikap ragu-ragu, khawatir salah. Cara melaporkan hasil kerja
kelompoknya masih kurang jelas.
Diakhir pembelajaran guru
memberikan kuis untuk mengukur prestasi belajar siswa. Hasil kuis pada siklus 2
terdapat peningkatan dari 15 siswa yang tuntas belajar pada siklus 1 menjadi 18
siswa yang tuntas.
Pada siklus 3, kegiatan guru
yang menonjol pada pembelajaran siklus ini adalah memberi latihan terbimbing
dalam kelompok kecil (25.05%). Hal ini sejalan dengan aktivitas siswa dalam
menyajikan hasil pengamatan dalam diskusi kelompok kooperatif (25%), membaca/mengerjakan
LKS (15,71%), dan mendemontrasikan kegiatan yang ada dalam LKS (15,67%).
Aktivitas siswa menyajikan
hasil pengamatan dalam diskusi kelompok mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan siklus 2. Siswa sudah tampak percaya diri dan diskusi tampak hidup
karena keberanian dari siswa lain untuk menanggapi. Siswa juga sudah tampak
bekerja kooperatif, tidak ada yang menonjolkan diri. Hanya saja kelemahan dari
kegiatan ini adalah siswa kurang bisa menyeleksi jawaban, sehingga tetap
berpendapat meskipun pendapat tersebut sama dengan pendapat lainnya. Namun
suasana pem belajaran yang demikian sudah baik dan merupakan susana pembelajaran
diharapkan dari kegiatan pembelajaran yang terbentuk lingkungan kerjasama
diantara siswa (Hernowo, 2001)
Dengan demikian salah satu
ciri pembelajaran Implementative Learning dimana
contoh-contoh yang diberikan dapat mengembangkan sikap positif pada diri siswa
sudah tampak dibandingkan dengan siklus pertama dan siklus kedua. Hal ini
menunjukkan bahwa pembelajaran Implementative Learning yang diterapkan guru
sudah berhasil mengembangkan sikap positif siswa. Sikap positif yang dimaksud
adalah sikap siswa menghargai temannya, etika berdiskusi. Pada siklus yang
pertama siswa masih bersikap menonjolkan diri, kurang bisa bekerja kooperatif, dan
kurang menghargai pendapat temannya. Pada siklus kedua sikap menonjolkan diri
sudah berkurang dan mulai bisa bekerja kooperatif. Pada siklus ketiga sikap
yang negatif tersebut sudah tidak tampak. Diakhir pembelajarn guru memberikan
kuis untuk mengukur prestasi belajar siswa. Pada siklus ini tampak bahwa
prestasi belajar siswa meningkat cukup tajam, dari siklus pertama yang tuntas 15
siswa (68.18%) siklus kedua 18 siswa (81.82%) meningkat menjadi 20 siswa (90.91%)
pada siklus ke tiga.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
tindakan kelas yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa :
l . Aktivitas belajar siswa dapat ditingkatkan melalui pendekatan Implementative
Learning dalam pembelajaran IPS di kelas
X AK I SMKN I Kadipten
Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013. Hal ini ditunjukkan adanya kualifikasi siswa dalam
belajar secara kelompok dengan predikat pada siklus l : hebat sebanyak 1
kelompok, baik sebanyak 2 kelompok, dan tidak berpredikat 2 kelompok; pada
siklus 2 : super sebanyak 1 kelompok, hebat sebanyak 2 kelompok, baik sebanyak
2 kelompok sedangkan pada siklus 3: super sebanyak 3 kelompok hebat sebanyak 1
kelompok, dan baik sebanyak 1 kelompok.
2. Peningkatan aktivitas belajar melalui pendekatan Implementative
Learning dalam
pembelajaran IPS di kelas
X AK I SMKN I Kadipten
Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini
ditunjukkan sebesar 81.00% meningkat pada siklus 1 sebesar 68.18%, siklus 2
sebesar 81.82%, dan siklus 3 sebesar 90.91%.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas
dan sesuai dengan pentingnya penelitian, berikut dikemukakan saran-saran antara
lain :
1. Agar hendaknya guru IPS menggunakan
pendekatan ini sebagai alternatif tindakan dalam mengatasi pembelajaran IPS khususnya
peningkatan aktivitas belajar siswa.
2. Untuk memperoleh gambaran
hasil belajar yang lebih menyeluruh, sebaiknya tidak hanya dilakukan tes, semi
autentik (Quasi authentic) melainkan beberapa teknik penilaian autentik
seperti penilaian kinerja, observasi intensif, dan Implementative Learning diterapkan
secara bervariasi.
3. Bagi peneliti lain,
hendaknya dapat mengembangkan penelitian ini sehingga dapat digeneralisasikan
secara porporsional.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan
Nasional, 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah : Buku 5
Pembelajaran dan Pengajaran Implementaitve. Jakarta : Depdiknas.
____________________________,
2006. Model Pembelajaran Inovatif bagi Pengajaran,
Jakarta ; Depdiknas
Ibrahim, Muslimin, dkk.
2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya
Kasihani dan Astini, Implementative dalam Pembelajaran IPS Makalah pada Pelatihan TOT Guru Mata Pelajaran
IPS dari Enam Propinsi. Di Surabaya
tanggal 20 Juni s/d 6 Juli 2001.
Satmoko, 2004. Pendekatan
Implementative Learning. Jakarta : Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama,
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Nur, Muhammad, 2001. Pengajaran
dan pernbelajaran Implementative . Makalah pada Pelalihan TOT Guru Mata
Pelajaran Sejarah. Di Surabaya
tanggal 20 Juni s/d 6 Juli 2007.
Sayyid Hasan, 2002, Keunggulan
Metode Mengajar Variatif, CV. Tunas Mandiri, Surabaya.
Sani Nur, 2008, Artikel Kependidikan, Lintas Media, Yogyakarta
Lampiran I
Tabel : Form Aktivitas
guru
Dalam Pembelajaran Implementative
No
|
Kategori Aktivitas Guru IPS
|
Kemunculan
|
1
|
Menyampaikan pendahuluan
|
|
2
|
Menjelaskan materi / mendemontrasikan ketrampilan
|
|
3
|
Memotivasi siswa dalam kelompok kooperatif
|
|
4
|
Memberi latihan terbimbing dalam kelompok kooperatif
|
|
5
|
Memeriksa pemahaman siswa dan memberikan umpan
balik bagi siswa yang bertanya dan mengklarifikasi
materi yang kurang jelas
|
|
6
|
Resitasi/tanya jawab
|
|
7
|
Membantu siswa melakukan refleksi
|
|
Lampiran II
Tabel : Form Kegaiatan
Siswa Selama KBM
Dalam Pembelajaran Implementative
No
|
Kategori Aktivitas Siswa
|
% Kemunculan
|
1
|
Memperhatikan penjelasan guru
|
|
2
|
Membaca/mengerjakan (buku siswa, LKS, Soal)
|
|
3
|
Bekerja dalam kelompok kooperatif
|
|
4
|
Mendemontrasikan kegiatan yang ada dalam LKS
|
|
5
|
Menyajikan hasil pengamatan dalam diskusi
kelompok kooperatif
|
|
6
|
Berdiskusiltanya/jawab antara guru dan siswa
|
|
7
|
Merefleksikan materi pelajaran
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar