Senin, 18 Mei 2015

contoh ptk IPS



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah  PTK
 Salah satu model pembelajaran yang dapat dilaksanakan di dalam kelas untuk mengaktifkan siswa belajar adalah pembelajaran melalui pendekatan Implementative Learning. Pembelajaran Implementative Learning   menekankan pada menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa agar mampu menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dari kegiatan pembelajaran yang demikian ini, diharapkan dapat mendorong munculnya lima bentuk cara belajar siswa; (1) siswa dapat menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi yang diserap; (2) siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep baru; (3) siswa dapat menerapkan konsep dan informasi di depan; (4) siswa dapat mengkoordinasikan konsep dan informasi yang diperoleh dengan pelajaran; dan (5) siswa dapat menstransfer konsep dan informasi yang dimiliki kepada pelajar lain ( Wiyono, 2004).
Prinsip demokratis yang dirumuskan dalam misi pendidikan tampak terealisasi pada bentuk pembelajaran yang tidak lagi menempatkan bahwa guru  mata pelajaran IPS sebagai subyek dan pusat sumber belajar sebagaimana pada pembelajaran konvensional. Prinsip kreatif dan inovatif juga ditampakkan pada menyelidiki, terbuka, mencetuskan dan mempertahankan ide, berpikir keras sampai pada batas kemampuan untuk memecahkan masalah, menetapkan dan mengikuti standar sendiri, dan mencetuskan cara-cara baru dalam memandang persoalan (Nur, 2001).
Dari uraian di atas yang menjadi permasalahan, selama ini proses pembelajaran IPS yang ditemui masih secara konvensional, seperti ekspositori, drill atau ceramah. Proses ini hanya menekankan pada pencapaian tuntutan kurikulum dan penyampaian tekstual semata daripada mengembangkan kemampuan belajar dan membangun individu. Kondisi seperti ini tidak akan menumbuh kembangkan aspek kemampuan dan aktivitas siswa seperti yang diharapkan. Akibatnya nilai-nilai yang didapat tidak seperti yang diharapkan. Dalam hal ini guru ingin memperbaiki keadaan tersebut dengan mencobakan suatu strategi pembelajaran yang belum pernah dilaksanakan, yaitu pendekatan pembelajaran yang akan membuat siswa dapat belajar aktif dimana siswa lebih berpartisipasi aktif sehingga kegiatan siswa dalam belajar jauh lebih dominan dari pada kegiatan guru dalam mengajar.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, maka dilakukan penelitian tindakan kelas untuk mengatasi permasalahan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Implementative Learning   model kooperatif sebagai solusinya.




B. Rumusan Masalah PTK
Dengan mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan di depan, berikut ini dikemukakan rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Apakah pendekatan Implementative Learning  dalam pembelajaran IPS pada pokok bahasan  zaman kolonial Belanda dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X AK I SMKN I Kadipten Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013?
2.  Apakah peningkatan aktivitas belajar dengan menggunakan pendekatan Implementative Learning dalam pembelajaran IPS pada   pokok bahasan  zaman kolonial Belanda  dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa  kelas  X AK I SMKN I Kadipten Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013  ?

C. Tujuan  Kegiatan PTK
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan :
1.  Untuk mengetahui pendekatan Implementative Learning   model kooperatif dalam pem belajaran IPS pada pokok bahasan zaman kolonial Belanda dapat meningkatkan aktivitas belajar  siswa  kelas  X AK I SMKN I Kadipten Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013.
2.  Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar dengan menggunakan pendekatan Implementative Learning dalam pembelajaran IPS pada pokok bahasan   zaman kolonial Belanda  dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas  X AK I SMKN I Kadipten Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013.

D. Manfaat Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain :
1.  Sebagai sarana peneliti untuk mengembangkan pengetahuan ketrampilan, dan wawasan berpikir kritis guna melatih kemampuan memahami dan menganalisa masalah-masalah pendidikan secara sistematis dan konstruktif.
2.  Memberikan masukan kepada guru IPS sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kegiatan belajar mengajar.
3. Memberikan motivasi siswa dalam berpikir kritis, kreatif, dan inovatif untuk meningkatkan prestasi belajar IPS .



BAB II
KAJIAN PUSTAKA


A. Pembelajaran Implementative
1.  Pengertian  
Pembelajaran implementative rnempunyai pengertian pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia yang nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Kasihani, 2001). Pembelajaran implementative  merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konsep mata pelajaran dengan situasi dunia dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (Nur, 2001). Lebih lanjut Nur menyebutkan implementative merupakan suatu reaksi terhadap teori yang pada dasarnya behavioristik yang telah mendominasi pendidikan selama puluhan tahun. Pendekatan implementative  mengakui bahwa pembelajaran merupakan suatu proses kompleks dan banyak fase ber1angsung jauh melampaui drill-oriented dan metodelogi stimulus dan response yang dikembangkan oleh pembelajaran berorientasi pada psikologi behaviorisme. Berdasarkan teori tersebut, belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya.
Dalam praktek, puluhan tahun proses pembelajaran berorientasi pada psikologi behaviorisme ini melahirkan proses pendidikan "gaya bank" (Freire, 2001). Anak didik dianggap sebagai "bejana kosong" yang akan diisi sebagai sarana tabungan atau sarana modal ilmu pengetahuan yang hasilnya akan dipetik kelak. Guru adalah subyek aktif, dan anak adalah obyek pasif yang penurut. Lebih jauh, Freire (2001 : 19) merinci ciri pembelajaran konven sional sebagai berikut : (a) guru mengajar dan murid belajar; (b) guru tahu segalanya, dan murid tidak tahu apa-apa; (c) guru berpikir, dan murid dipikirkan; (d) Guru aktif bicara, dan murid mendengarkan; (e) guru mengatur, dan murid diatur; (f) guru memilihkan, (dan memaksakan pilihannya) murid menuruti; (g) guru bertindak dan murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya; (h) guru memilihkan apa yang diajarkan dan murid menyesuaikan diri dengan pilihan guru; (i) guru mengacaukan ilmu pengetahuan dan wewenang profesionalismenya dengan kebebasan murid-muridnya; dan (j) guru menjadi subyek dan pusat segalanya dan murid menjadi obyek yang ditentukan.
Pola pembelajaran implementative sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional yang kita kenal selama ini. Beberapa perbedaan tersebut dapat kita gambarkan dalam tabel berikut ini :


Tabel  :
 Perbedaan Pola Pembelajaran Konvensional
dengan Implementative Learning

Konvensional
Implementative Learning
I . Menyandarkan kepada hafalan
1.
Mendasarkan pada memori spesial
2. Pemilihan informasi ditentukan
2.
Pemilihan informasi berdasarkan
oleh guru

kebutuhan individu siswa
3. Cenderung terfokus pada satu
3.
Cenderung mengintegrasikan
bidang (disiplin) tertentu

beberapa bidang (disiplin)
4. Memberikan tumpukan
4.
Selalu mengaitkan informasi dengan
informasi kepada siswa sampai

pengetahuan awal yang telah
pada saatnya diperlukan

dimiliki siswa
5. Penilaian hasil belajar hanya
5.
Menerapkan penilaian autentik
melalui kegiatan berupa ujian /

melalui penerapan praktis dalam
ulangan.

pemecahan masalah.
    
Orang dapat belajar secara paling baik dalam konteks, dalam suatu yang terkait dengan kebutuhannya. Fakta dan ketrampilan yang dipelajari secara terpisah sulit untuk diserap, disamping akan cepat menguap bagaikan asap. Belajar terbaik dapat dilakukan dengan mengerjakan pekerjaan itu sendiri dalam proses penyelaman ke "dunia nyata" secara terus menerus, menggunakan umpan balik, perenungan, evaluasi, dan penyelaman kembali (refleksi).
Secara lebih rinci, Nur (2001) menguraikan tujuh kata kunci dalam pembelajaran Implementative Learning   :


a.  Penemuan (inquiri)
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan induktif, diawali dengan pengamatan dalam rangka memahami suatu konsep. Dalam praktek, pembelajaran melewati siklus kegiatan mengamati, bertanya, mengana lisis, dan merumuskan teori, baik secara individual maupun secara bersama-sama dengan teman lainnya. Penemuan juga merupakan aktivitas untuk mengembangkan dan sekaligus menggunakan ketrampilan berpikir kritis siswa.

b. Pertanyaan (questioning)
Pertanyaan merupakan alat pembelajaran bagi guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Pertanyaan juga digunakan oleh siswa selama melaksanakan kegiatan yang berbasis penemuan. Pertanyaan dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga : (a) pertanyaan diskriptif yaitu pertanyaan dengan kata ganti apa; (b) pertanyaan eksplanatif yaitu pertanyaan yang mengarahkan pada permintaan kepada siswa untuk menjelaskan (misal : jelaskan dan bagaimana proses terjadinya); (c) pertanyaan kritis dan kreatif, yaitu pertanyaan yang meminta kepada siswa untuk mengungkap informasi yang tersurat dan tersirat pada fakta dan informasi (misalnya beberapa pertanyaan yang menggunakan kata ganti tanya mengapa).



c.  Kontruktifisme (contructivisme)
Siswa membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman­-pengalaman baru berdasarkan pengalaman awal. Pengalaman awal selalu merupakan dasar / tumpuan yang digabung dengan pengalaman baru untuk mendapatkan pemahaman baru. Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman yang bermakna.

d. Masyarakat belajar (learning community)
Proses pembelajaran berlangsung dalam situasi sesama siswa saling berbicara dan menyimak, berbagai pengalaman di antara mereka. Bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran siswa aktif lebih baik jika dibandingkan dengan belajar sendiri. Hal ini berbeda dengan pembelajaran tradisional yang secara tidak langsung mendidik siswanya untuk menjadi individu yang egoistis, tidak banyak peduli pada lingkungannya. Kawan sekelas tidak dipandang sebagai mitra, namun dipandang sebagai pesaing. Lebih tragis lagi jika persaingan mereka tidak sehat.

e.  Penilaian autentik (authentic assessment)
Penilaian autentik ini bersifat mengukur produk pembelajaran yang bervariasi, yaitu pengetahuan dan ketrampilan. Penilaian ini juga mempersyaratkan penerapan pengetahuan atau ketrampilan. Penilaian ini tidak hanya melihat produk akhir, tetapi juga prosesnya.

f.   Refleksi (Reflection)
Salah satu pembeda pendekatan Implementative Learning   dengan pendekatan tradisional yang berbentuk cara-cara berpikir tentang sesuatu yang telah dipelajari oleh siswa. Dalam proses berpikir itu, siswa dapat merevisi dan merespon kejadian, aktivitas, dan pengalaman mereka. Prosedur umumnya siswa mencatat butir-butir materi yang telah dipelajarinya, siswa dilatih untuk mengenali ide-ide baru yang muncul. Bentuk aktivitas refleksi dapat berupa jurnal, diskusi, maupun hasil karya/seni.

g. Permodelan (Modelling)
Aktivitas guru di kelas memiliki efek model bagi siswa jika guru mengajar dengan berbagai variasi metode dan teknik pembelajaran, secara tidak langsung siswapun akan meniru metode atau teknik yang dilakukan guru tersebut. Kondisi yang demikian ini banyak memberikan manfaat. Guru dapat me1akukan aktivitas mengucapkan hal-hal yang dipikirkan (think alloud). Guru juga dapat memanfaatkan efek model ini dengan mendemontrasikan cara guru menginginkan siswa belajar. Guru juga dapat melakukan sesuatu yang diinginkan agar siswa melakukannya.

2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Implementative
Menyampaikan pembelajaran sesuai dengan konsep teknologi pendidikan dan pembelajaran pada hakikatnya merupakan kegiatan menyampaikan pesan kepada siswa oleh narasumber dengan menggunakan bahan, alat, teknik, dan dalam lingkungan tertentu. Agar penyampaian tersebut efektif, perlu diperhatikan beberapa prinsip desain pesan pembelajaran. Prinsip itu antara lain prinsip kesiapan dan motivasi, penggunaan alat pemusat perhatian, partisipasi aktif siswa, perulangan, dan umpan balik.

a. Kesiapan dan Motivasi
Prinsip kesiapan dan motivasi menyatakan bahwa jika dalam menyampaikan pesan pembelajaran siswa siap dan mempunyai motivasi tinggi, hasilnya akan lebih baik. Siap disini bermakna siap pengetahuan prasyarat, siap mental dan siap fisik. Untuk mengetahui kesiapan siswa perlu diadakan tes prasyarat.
Selanjutnya, motivasi merupakan dorongan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, termasuk melakukan kegiatan belajar. Dorongan bisa berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa. Motivasi juga dapat ditingkatkan dengan memberikan hadiah dan hukuman (reward and punishment).

b. Penggunaan Alat Pemusat Perhatian
Jika dalam penyampaian pesan digunakan alat pemusat perhatian, hasil belajar akan meningkat. Terpusatnya mental terhadap suatu objek memegang peranan penting bai keberhasilan proses belajar. Semakin memperhatikan akan semakin berhasil, semakin tidak memperhatikan akan gagal. Meskipun penting, perhatian mempunyai sifat sukar dikendalikan dalam waktu lama. Karena itu, perlu digunakan berbagai alat dan teknik untuk mengendalikan atau mengarahkan perhatian. Alat pengendali perhatian yang paling utama adalah media seperti gambar, ilustrasi, bagan warna warni, audio, video, penegas visual, atau penegas verbal. Teknik yang paling dapat digunakan untuk mengendalikan perhatian misalnya gerakan, perubahan, sesuatu yang aneh, mengagetkan, rnenegangkan, lucu, atau humor.

c. Perulangan
Jika penyampaian pesan pembelajaran diulang-ulang, hasil belajar akan lebih baik. Perulangan dilakukan dengan cara dan media yang sama maupun dengan cara dan media yang berbeda. Perulangan dapat pula dilakukan dengan memberikan tinjauan selintas awal pada saat memulai pelajaran dan ringkasan atau kesimpulan pada akhir pelajaran. Perulangan dapat pula dilakukan dengan jalan menggunakan kata - kata isyarat tertentu seperti "sekali lagi saya ulang", dan "dengan kata lain", singkat kata", dan sebagainya.

d. Umpan Balik
Jika dalam penyampaian pesan siswa diberi umpan balik, hasil belajar akan meningkat. Jika salah diberikan pembetulan (corrective feedback) dan jika betul diberi konfirmasi atau penguatan (confirmative feedback). Siswa akan menadi mantap jika betul kemudian dibetulkan. Sebaliknya, siswa akan tahu letak kesalahannya jika diberi tahu kesalahannya dan dibetulkan. Secara teknis, umpan balik diberikan dalam bentuk kunci jawaban yang benar.
3. Strategi Pelaksanaan Pembelajaran Implementative
Agar pelaksanaan pembelajaran Implementative Learning   dapat lebih efektif, guru harus berperan dengan baik dalam hal merencanakan, mengimplemen tasikan, merefleksikan dan menyempurnakan pembelajaran. Untuk itu strategi pengajaran yang harus dilakukan guru dalam pembelajaran Implementative Learning   adalah sebagai berikut :
a. Menekankan pada pemecahan masalah/problem. Pengajaran diawali dengan menyajikan masalah nyata yang relevan dengan keluarga siswa, pengalaman sekolah, tempat kerja, dan masyarakat yang menpunyai arti penting bagi siswa. Siswa didorong untuk berpikir kritis dan sistematis untuk menemukan masalah dan menggunakan isi materi pembelajaran untuk menyelesaikan masalah.
b.  Mengakui bahwa kebutuhan belajar siswa terjadi berbagai konteks, seperti dirumah, masyarakat, tempat kerja. Pengetahuan yang diperoleh siswa yang tidak lepas dari mana dan bagaimana siswa mendapatkan pengetahuan, dan pengetahuannya semakin bertambah jika mereka mempelajari dari lingkungan yang bervariasi.
c.  Mengontrol dan mengarahkan siswa menjadi pebelajar yang mandiri (self regulated-learneds) dengan cara memperkenankan siswa selalu melakukan uji coba (trial and error), sehingga pada akhirnya siswa dengan bimbingan yang sedikit dapat memproses informasi, memecahkan masalah dan memanfaatkannya.
d. Memahami keragaman konteks hidup siswa dan dapat memanfaatkannya sebagai daya pendorong sekaligus menambah kompleksitas pembelajaran itu sendiri, melalui kerja sama dan aktivitas kelompok belajar yang terdiri dari keragaman siswa sehingga dapat membangun ketrampilan interpersonal, yaitu berpikir melalui komunikasi dengan orang lain.
e.  Guru bertindak sebagai fasilitator, pelatih, dan pembimbing akademis dalam mendorong siswa untuk melakukan kerjasama dalam belajar. Komunitas pembelajaran terbentuk di dalam tempat kerja dan sekolah kaitannya dengan suatu usaha untuk bersama-sama menggunakan pengetahuan, memusatkan tujuan pembelajaran dan memperkenankan semua orang untuk belajar dari sesamanya.
f.   Menggunakan penilaian autentik (Authentic Assessment). Penilaian autentik tidak hanya mengukur seberapa banyak pengetahuan yang telah dikumpulkan oleh siswa, tetapi juga dapatkan siswa menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah kehidupan nyata meskipun tarafnya sederhana.

4.  Evaluasi Pembelajaran Implementative
Untuk menentukan apakah pembelajaran Implementative Learning   dapat mening katkan hasil belajar siswa, diperlukan strategi penilaian yang beragam. Hal yang berkaitan dengan hasil belajar meliputi penilaian pembelajaran Implementative Learning   yang dapat membangun dan memperluas pengalaman siswa dibandingkan sebelumnya, apakah pembelajaran Implementative Learning   dapat membantu siswa dalam menyelesaikan/memecahkan persoalan dunia nyata, atau siswa mengalami peningkatan dalam mengekspresikan apa yang mereka ketahui termasuk bagaimana menggunakan pengetahuannya di dalam dan di luar sekolah.
Strategi penilaian dan alat ukurnya dikatakan baik jika ada kesesuaian dengan tujuan dan dampak nyata (aut come) yang diharapkan dari materi pelajaran tertentu. Dari tujuan dan out come materi pelajaran, muncul ragam strategi penilaian yang dapat mengukur prestasi siswa dan pengetahuan proses di dalam aktivitas pembelajaran (konteks autentik) salah satu prinsip penilaian pada pembelajaran Implementative Learning   adalah tidak hanya menilai apa yang diketahui oleh siswa, tetapi juga menilai apa yang dapat dilakukan oleh siswa. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukanlah penilaian autentik (authentic assessment). Strategi penilaian yang dapat dikategorikan pada penilaian autentik adalah penilaian kinerja (performance assessment), observasi sistematik, dan portofolio (Depdikbud, 2002 : 25). Penilaian kinerja digunakan untuk mengetahui kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan pada suatu konteks tertentu. Observasi sistematik digunakan untuk mengetahui dampak aktivitas pembelajaran terhadap sikap siswa. Up Grading Learning  merupakan kumpulan dari berbagai ketrampilan, ide, minat, dan keberhasilan siswa selama jangka waktu tertentu yang wujudnya dapat berupa catatan, gambar, atau semua hasil pekerjaan siswa yang berwujud fisik. Jika dibandingkan dengan teknik evaluasi tradisional, strategi evaluasi autentik yang telah disebutkan di atas merupakan revolusi. Perubahan besar dilakukan terhadap sasaran evaluasi dan teknik mengevaluasinya. Sasaran berubah dari mengukur seberapa banyak pengetahuan siswa ke arah mengukur bagaimana siswa dapat menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan persoalan kehidupan nyata. Karena sasaran yang berubah ini, tekniknya pun berubah dari teknik pencil and paper test ke arah tes perbuatan dengan teknik utama observasi tindakan.
Pada tahap transisi, sebelum sosialisasi model penilaian autentik dilakulcan secara terus menerus oleh Departernen Pendidikan Nasional, guru akan sulit menyesuaikan dengan paradigma baru ini. Itulah alasannya mengapa pada buku panduan  Implementative Learning  (Depdiknas, 2004) masih disebutkan bahwa evaluasi kinerja dapat dilakukan dalam bentuk pilihan ganda. Masih diperbolehkannya model pilihan ganda tersebut juga merupakan jalan tengah untuk menyikapi kondisi-kondisi kelas-kelas di sekolah yang umumnya masih kelas besar, dengan jumlah murid di atas 40 orang dalam pengawasan satu guru. Menurut peneliti, pengadaptasian model tes kinerja ke dalam bentuk tes obyektif pilihan ganda dapat dilakukan dengan syarat (1) setiap butir tes berisi problem kehidupan yang direkayasa dan (2) penilaian dengan tes obyektif bukan satu-satunya cara mengukur perkembagan siswa, perlu dipadukan dengan evaluasi pengamatan misalnya melalui Lembar Kegiatan Siswa. Jika dua pesyaratan tersebut terpenuhi tes obyektif tersebut dapat digunakan, meskipun baru bertaraf semi autentik (quasi authentic problem base evaluation) dan belum dapat dikategorikan penilaian autentik yang sesungguhnya.

B. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Mereka biasanya dilatih ketrampilan-ketrampilan spesifik untuk membantu agar dapat bekerja sama dengan baik, misalnya menjadi pendengar yang baik, memberi penjelasan yang baik, mengajukan pertanyaan dengan benar, dan sebagainya. (Wikandari, Sugianto, 1999 : l9). Beberapa kalimat guru yang mendorong siswa untuk bekerja kooperatif adalah : Diskusikan dengan teman kalian tugas yang diberikan. Yakinlah bahwa dengan bekerja sama kalian dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
Menurut Ibrahim, dkk (2000:7) beberapa ciri pembelajaran yang menggunakan medel kooperatif diuraikan sebagai berikut :
a.  Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
c. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
d.  Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat 6 langkah utama yang dapat dilakukan guru. Langkah-langkah tersebut digambarkan pada tabel 2.2 berikut ini:


Tabel 2.2  Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
Tingkah laku Guru
Fase l
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Fase 2
Menyajikan informasi
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan
 belajar          
 Fase 5
Evaluasi
Fase 6           
Memberi penghargaan
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Guru mejelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yng telah dipelajari atau masing­masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.


Dalam kegiatan pembelajaran faktor waktu dan tempat juga sangat mempengaruhi. Secara umum pembelajaran kooperatif mengajukan tuntutan lebih kuat pada sumber daya waktu daripada model pembelajaran lain (Ibrahim, dkk, 2000 : 35). Pembelajaran kooperatif memerlukan waktu lebih lama bagi siswa untuk berinteraksi mengenai ide-ide penting dari pada waktu yang diperlukan untuk menyajikan ide-ide secara langsung pada siswa. Untuk itu guru harus dapat merencanakan secara realistik tentang persyaratan waktu untuk rneminimalkan jumlah waktu yang terbuang. Demikian juga pengaturan ruangan harus dilakukan secara khusus agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung lebih efisien dan memberi suasana nyaman bagi guru dan siswa.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan model pembelajaran kooperativ. Beberapa variasi pembelajaran kooperativ yang paling ekstensif dideskripsikan, diantaranya tipe STAD (Student - Team Achienement Divinisions) Jigsaw, TAI (Team - Assited Individualization), CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition), Penelitian Kelompok (Croup Investigation). Penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Untuk selanjutnya disebut model pembelajaran kooperatif STAD.
Dalam pembelajaran kooperatif skor yang dihitung adalah skor individu dan skor tim. Skor tim didasarkan pada peningkatan skor anggota tim dibandingkan dengan skor yang lalu mereka sendiri. Kelebihan dari penskoran ganda ini adalah dapat menampung siswa yang ambisius dalam menyelesaikan tugas sekaligus siswa yang tidak melakukan pekerjaan yang seharusnya mereka lakukan. Dengan skor individu dapat terlihat bagaimana siswa terlibat dalam preses pembelajaran. Sedangkan dengan adanya skor tim dapat memotivasi siswa yang mempunyai kemampuan lebih untuk membantu siswa dengan kemapuan kurang agar meningkatkan prestasinya, karena preindividu sangat menentukan skor tim.
Menurut Slavin dalam Ibrahim dkk, (2000 : 256) prosedur penskoran digambarkan dalam tabel di halaman berikut :
Tabel 2.3
Langkah Penskoran Pembelajaran Kooperatif

Langkah
Perilaku siswa
Langkah 1
Menetapkan skor dasar
 
Langkah 2
Menghitung skor kuis terkini

Langkah 3
Menghitung skor perkembangan

Setiap siswa diberikan skor berdasarkan skor-skor kuis yang lalu

Siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan dengan pelajarn terkini

Siswa mendapatkan poin perkembangan yang besarnya ditentukan apakah skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka.



Tabel  :
Skala Pemberian Poin  Implementative
Uraian
Poin
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar
10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor dasar
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar
Lebih dart 10 poin di atas skor dasar
Pekerjaan sempurnya (tanpa memperhatikan skor dasar)
0 poin
10 poin
20 poin
30 poin
30 poin

Skor tim yang diperoleh diumumkan secara tertulis, dan tim yang mengalami peningkatan, diberi penghargaan atau ganjaran yang sesuai. Hal ini membuat hubungan antara bekerja dengan baik dan mendapat pengakuan menjadi jelas bagi siswa, dan dapat meningkatkan motivasi mereka untuk melakukan yang terbaik. Skor tim dihitung dengan menjumlahkan poin peningkatan yang diperoleh tiap anggota tim dan membagi jumlah itu dengan jumlah anggota tim yang mengerjakan kuis. Untuk menghitung skor tim, guru perlu mencatat nilai perkembangan anggota tim pada lembar skor kuis.






BAB III
METODE PENELITIAN TINDAKAN


A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dirancang dalam bentuk siklus tindakan. Dalam siklus tindakan terdiri atas empat kegiatan, yakni rencana tindakan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus. Siklus 1 dilaksanakan pada  tanggal 2 Oktober 2012 siklus 2 dilaksanakan pada tanggal 9 Oktober 2012, siklus 3 dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2012.

B. Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di  SMKN I Kadipaten Kabupaten  Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013. Subyek penelitian adalah  sebagaian dari siswa kelas X AK I sebanyak  41 siswa.

C. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah :
1. Siswa, tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPS melalui pendekatan Implementative Learning   pada  pokok bahasan zaman kolonial Belanda di kelas X AK I SMKN I Kadipten Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013
2.  Aktivitas guru IPS dalam pengelolaan pembelajaran IPS melalui pendekatan Implementative Learning   pada   pokok bahasan zaman kolonial Belanda di kelas X AK I SMKN I Kadipten Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013.
3.  Dokumen tentang nilai hasil belajar siswa.

D. Prosedur Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian: pengamatan (observasi), catatan lapangan, dan dokumentasi. Pengamatan difokuskan pada pelaksanaan pembelajaran IPS melalui pendekatan kontekshial pada  pokok bahasan  zaman kolonial Belanda.  Catatan lapangan dilakukan dengan mencatat peristiwa nyata yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar baik secara diskriptif maupun reflektif. Dokumentasi berupa kegiatan mendokumen data verbal tertulis dan foto.

E. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif yang bersifat linear (mengalir) yang didalamnya melibatkan kegitan penelaahan seluruh data yang telah dikumpulkan, reduksi data (didalamnya terdapat kegiatan pengkategorian dan pengklasifikasian) dan verifikasi, serta penyimpulan data. Penentuan keberhasilan tindakan didasarkan pada dua tinjauan, yakni proses belajar dan hasil belajar. Penentuan keberhasilan proses didasarkan pada diskriptor kualifikasi terhdap aktivitas belajar siswa, sedangkan penentuan keberhasilan hasil belajar ditentukan melalui ulangan harian.












BAB IV
HASIL PENELITIAN TINDAKAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil  Tindakan
Penelitian tindakan ini dilakukan dalam tiga siklus, dengan hasil sebagai berikut :
Siklus 1
l.   Perencanaan
Perencanaan tindakan meliputi kegiatan menyusun rencana pem belajaran (RP) atau skenario pembelajaran melalui pendekatan Implementative Learning. Sebagai pendamping guru IPS menggunakan lembar kegiatan siswa (LKS) yang menekankan pada aktivitas mengamati, menganalisis, menyimpulkan, dan mengkomunikasikannya kepada teman sebaya. Membuat lembar observasi untuk memantau kegiatan pembelajaran, membuat alat evaluasi untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa.

2. Pelaksanaan
Pada pelaksanaan tindakan ini, guru IPS mensosialisasikan pembelajaran IPS  pokok bahasan mematuhi peraturan sekolah  melalui pendekatan Implementative Learning  sebagaimana tergambarkan pada rencana pembelajaran (RP). Saat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, guru IPS membagi kelas menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok beranggotakan 5 siswa secara heterogin, guru menyajikan/menyampaikan materi pembelajaran, guru IPS memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan, anggota kelompok yang sudah menguasai diminta menjelaskan pada anggota kelompoknya sampai anggota dalam kelompok itu mengerti atau memahami, guru berkeliling membimbing, mengawasi, dan langsung menilai proses pembelajaran terhadap siswa, sete1ah selesai, lewat juru bicara mempresentasikan hasil pembahasan di kelompoknya, kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya, guru IPS memberikan penjelasan (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan, pada akhir pertemuan diadakan evaluasi.

3. Observasi
Selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, observasi dilaksanakan secara kolaborasi oleh dua pengamat, yakni guru kelas dan  guru mata pelajaran pendamping dengan menggunakan instrumen yang meliputi : aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran Implementative Learning   kooperatif.
a.  Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran :
1) Aktivitas Guru IPS
Pengamatan aktivitas guru IPS pada pertemuan pertama yang merupakan pembelajaran siklus pertama dilakukan selama 2 x 45 menit. Dalam praktek pembelajaran waktu yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran berlangsung selama 65 menit, dan sisa waktu digunakan untuk kuis I .
Data hasil pengamatan terhadap terhadap aktivitas guru pada siklus pertama ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel  :
Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran
 Implementative Learning  Siklus Pertama
No
Kategori Aktivitas Guru IPS
Kemunculan
1
Menyampaikan pendahuluan
20.05%
2
Menjelaskan materi / mendemontrasikan ketrampilan
25,72%
3
Memotivasi siswa dalam kelompok kooperatif
4,50%
4
Memberi latihan terbimbing dalam kelompok kooperatif
7,35%
5
Memeriksa pemahaman siswa dan memberikan umpan
balik bagi siswa yang bertanya dan mengklarifikasi
materi yang kurang jelas
22,98%
6
Resitasi/tanya jawab
7,45%
7
Membantu siswa melakukan refleksi
11,90%

Aktivitas guru IPS yang dominan adalah menjelakan materi (25,72%), dan aktivitas guru dalam memeriksa pemahaman siswa, memberi umpan balik dan mengklarifikasi materi yang kurang jelas (22,98%). Aktivitas pendahuluan yang muncul sebanyak 20.05%. Pada tahap pendahuluan guru melakukan identifikasi pengetahuan awal siswa terhadap  pokok bahasan ibadah mu’amalah. Guru IPS juga memberi apersepsi berbentuk pertanyaan-pertanyaan tentang apa  apa itu kolonialism dan apa perbedaan dengan imperalism. Tujuan pembelajaran juga disampaikan pada tahap ini. Aktivitas guru-guru IPS dalam memberi motivasi siswa dalam kelompok kooperatif sebanyak 4,28%. Dalam hal ini guru IPS memberi dorongan tentang pentingnya kerja bersama dalam kelompok dan sistem penilaian dalam pembelajaran Implementative. . Selama siswa bekerja kooperatif guru IPS selalu memberi bimbingan dalam kelompok-kelompok tersebut. Aktivitas bimbingan guru yang muncul sebanyak 7,35%. Selama kegiatan pembelajaran kooperatit guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, dan meminta siswa yang lain untuk menjawabnya. Guru IPS mengklarifikasi pemahaman siswa yang kurang jelas. Aktivitas tanya jawab yang muncul sebanyak 7,45%. Di akhir pembelajaran guru membantu siswa melakukan refleksi (11,90%). Guru meminta siswa dari beberapa kelompok menyampaikan catatan kecil tentang materi yang telah diperoleh selama kegiatan pembelajaran. Refleksi yang dibuat siswa bisa berbeda, dan bagi siswa yang refleksinya kurang lengkap bisa menambah dari siswa yang lain yang lebih lengkap.

2) Aktivitas Siswa
Indikator aktivitas siswa dirumuskan ada tujuh subaktivitas yang diyaknini jika ketujuh aktivitas itu muncul secara maksimal, suasana pembelajaran ideal akan terwujud.


Data aktivitas siswa dapat ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel  :
Aktivitas Siswa dalam Kegiatan
Pembelajaran Implementative Siklus Pertama

No
Kategori Aktivitas Siswa
Kemunculan
1
 Memperhatikan penjelasan guru
21,54%
2
 Membaca/mengerjakan (buku siswa, LKS, Soal)
7,14%
3
 Bekerja dalam kelompok kooperatif
7.5%
4
 Mendemontrasikan kegiatan yang ada dalam­ LKS
20,01 %
5
 Menyajikan hasil pengamatan dalam diskusi
 kelompok kooperatif

11,41%
6
 Berdiskusi/tanya jawab antara guru dan siswa
14,74 %

7
 Merefleksikan materi pelajaran
12,74%

Sejalan dengan aktivitas guru, aktivitas dominan siswa adalah mendengarkan penjelasan guru (21,54%) dan mendemontrasikan kegiatan yang ada pada LKS (20,01%). Penjelasan guru menyangkut definisi dan konsep  mematuhi peraturan sekolah  dengan berbagai ilustasi, guru IPS berusaha memancing siswa agar mengingat pengertian  tentang mematuhi peraturan sekolah  . Kemudian mengaitkan pengertian mematuhi peraturan sekolah  yang telah dikuasai oleh siswa dengan dunia nyata dalam kehidupan siswa sehari-hari.
Pada saat ini, guru aktif juga menguatkan apa yang dilihat siswa. Dalam proses penguatan ini, guru juga memperkaya dengan contoh-­contoh praktek kolonial Belanda selama menjajah di Indonesia. Guru IPS dianggap banyak menjelaskan karena setelah demontrasi dan diluar tugas LKS, guru mengaitkan  mematuhi peraturan sekolah  ini dengan dunia nyata kehidupan siswa.
Pada tahap ini, pengamat menilai kegiatan pembelajaran adalah guru aktif menjelaskan pada siswa aktif rnendengarkan penjelasan guru. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya penjelasan guru yang banyak didengarkan siswa bukanlah penjelasan dari metode ceramah (langsung), melainkan perpaduan penjelasan  model pembelajaran implementative
b. Data prestasi belajar siswa
Data prestasi siswa dapat dilihat ada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3
Skor Prestasi Belajar Siswa Siklus Pertama
Kelompok
Skor Perkembangan 1
Predikat
L
25
Hebat
2
-
-
3
20
Baik
4
20
Baik
5
-
-

Dari hasil kuis pertama nilai yang diperoleh belum maksimal, karena dari 25 Siswa yang mendapatkan nilai diatas 65 sebanyak 15 siswa (68.18%). Ini berarti dari pembelajaran siklus pertama 15 siswa yang tuntas belajarnya. Dan dalam 4 kelompok yang ada, hanya 3 kelompok yang berhak mendapat predikat, yaitu kelompok l dengan predikat hebat, kelompok 3 dan kelompok 4 dengan predikat baik sedangkan kelompok 2 dan kelompok 5 tidak mendapat predikat.  
4. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi pada siklus 1, diperoleh hasil temuan sebagai berikut:
a.  Terdapatnya keaktifan siswa dalam memperhatikan penjelasan guru.
b.  Siswa aktif mendemontrasikan kegiatan yang ada pada LKS.
c.   Guru aktif memeriksa pemahaman siswa dan memberi umpan balik bagi siswa yang bertanya, dan mengklarifikasi materi yang kurang jelas.
d.  Terdapatnya kesulitan siswa dalam belajar secara kooperatif sehingga masih bersikap menonjolkan diri. Hal ini karena kurangnya aktivitas guru dalam rnengelola pembelajaran untuk memotivasi dalam kelompok kooperatif dan memberikan latihan bimbingan dalam kelompok kooperatif.

Siklus 2
1. Perencanaan
Beberapa hal yang direncanakan guru untuk menyelesaikan permasa lahan pada siklus pertama adalah (a) guru berusaha menyampaikan tujuan pembelajaran dengan lebih variatif, (b) guru berusaha membiasakan siswa bekerja dalam kelompok kooperatif dan memotivasi siswa untuk bekerja kooperatif, (c) guru berusaha memberi latihan terbimbing dan lebih banyak memberi kesempatan siswa untuk berinisiatif dan menemukan konsep, (d) guru akan lebih banyak memberi contoh yang aplikasi dengan kehidupan nyata siswa agar terbiasa bersikap positif, dan (e) guru berusaha menyesuaikan tingkat kesulitan dan jumlah butir soal dengan waktu yang tersedia.

2. Pelaksanaan
Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan memberi apersepsi berupa pertanyaan kepada siswa tentang perlunya memiliki kesadaran  tentag konsep ibadah dalam berbicara dan bekerja. Kemudian guru IPS menyampaikan tujuan pembelajaran, dilanjutkan dengan meminta siswa duduk dalam kelompok kooperatif. Guru membagi LKS dan meminta siswa mengerjakan LKS tersebut sambil mengingatkan kepada siswa tentang pentingnya bekerja kooperatif. Waktu yang digunakan untuk mengerjakan LKS kurang lebih 10 menit. Kemudian guru meminta beberapa siswa mengerjakan hasil kerja kelompoknya di papan tulis, dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Setelah selesai guru membantu siswa melakukan refleksi. Diakhir pem belajaran guru memberikan kuis.

3. Observasi
Berikut ini data hasil pengamatan kegiatan pembelajaran.
a. Data hasil pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa dalam kelompok pembelajaran
l ) Aktivitas Guru
Data hasil pengamatan terhadap aktivitas guru pada siklus kedua ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel :
Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran
Implementative   Siklus Kedua
No
Kategori Aktivitas Guru
% Kemunculan
1

Menyampaikan pendahuluan I
17
2
Menjelaskan materi atau mendemontrasikan ke-terampilan

22,10
3
Memotivasi siswa dalam kelompok kooperatif
12,42
4
Memberi latihan terbimbing dalam kelompok
Kooperatif

12,5
5
Memeriksa siswa dan  pemahaman memberikan umpan balik bagi siswa yang bertanya danmengklarifikasi materi yang kurang jelas
15.75
6
Resitasi/tanya jawab
14.25
7
Membantu siswa melakukan refleksi
10

Pada siklus kedua aktivitas guru pada pendahuluan sebanyak 17%. Pada tahap ini guru memberi beberapa pertanyaan apersepsi tentang perubahan materi yang telah dipelajari sebelum nya. Guru juga memberi informasi dan instruksi tentang eksperimen yang dilakukan pada hari tersebut, serta mengingatkan kelompok untuk bekerja lebih maksimal agar mendapat penghargaan Aktivitas yang dominan tetap guru menjelaskan materi/mendemontrasikan ketrampilan (22,10%) dan memeriksa pemahaman siswa dan mem berikan umpan balik bagi siswa yang bertanya dan mengklarifikasi materi yang kurang jelas (15.75%). Meski sudah dengan sadar guru bermaksud mengurangi dominasi aktivitasnya, tetapi karena pertanyaan siswa yang beruntun akhirnya guru tetap menjelaskan, mendemontrasikan, dan memberikan umpan balik pada siswa. Akibatnya, dominasi waktu untuk siklus ini tidak banyak berubah Perubahan terjadi pada usaha guru memotivasi siswa untuk bekerja dalam kelompok kooperatif (12,42%), lebih meningkat dari siklus sebelumnya yang hanya 7.5% Ini dilakukan oleh guru secara ketika beberapa siswa masih mempertanyakan aspek-aspek yang mempengaruhi kesadaran siswa untuk melakukan tindakan dalam mematuhi peraturan sekolah. Guru banyak memotivasi agar mereka berdiskusi dengan teman sekelompok sebelum bertanya kepada guru Langkah ini tampaknya berhasil, sehingga suasana diskusi dalam kelompok kooperatif lebih hidup.
Yang masih dianggap sebagai permasalahan pada akhir siklus kedua ini adalah organisasi pelaporan dan keberanian siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok kooperatif di depan kelas. Dari 4 kelompok yang ada, yang berkesempatan mempresentasikan hasil kerja kelompok kooperatifnya hanya 2 kelompok. Dari 2 kelompok yang tampil rata-rata masih menunjukkan sikap ragu-ragu, khawatir salah. Cara melaporkan hasil kerja kelompoknya pun masih kurang jelas, melompat-lompat. Meski demikian, tanggapan dari kelompok di luar kelompok penyaji sangat baik. Mereka secara antusias berebut kesempatan untuk memberikan komentar. Bahkan jawaban yang sama pun juga dikomunikasikan. Bagi peneliti sampai pada siklus kedua ini suasana belajar mengajar induktif dengan suasana ceria sudah mulai tampak. Hal yang akan dimaksimalkan pada siklus ketiga adalah suasana belajar dalam kelompok kooperatif, karena menurut hemat peneliti ini merupakan kunci belajar secara induktif.
2) Aktivitas Siswa
Dalam kegiatan pembelajaran siswa sudah disiapkan untuk mengikuti kegiatan belajar. Hal ini tarnpak antusias siswa dalam menjawab pertanyaan apersepsi yang dilontarkan guru, juga ketika siswa diminta untuk melakukan kegiatan praktikum siswa berebut mengacungkan tangan untuk melakukan praktikum, serta siswa segera duduk dalam kelompok kooperatifnya ketika guru minta. Berikut data aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Tabel  :
Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus Kedua
No
Kategori Aktivitas Siswa
% Kemunculan
1
Memperhatikan penjelasan guru
6
2
Membaca/mengerjakan (buku siswa, LKS, Soal)
14
3


Bekerja dalam kelompok kooperatif
12,5
4
Mendemontrasikan kegiatan yang ada dalam LKS
12,5

5
Menyajikan hasil pengamatan dalam diskusi
kelompok kooperatif
22,5
6
Berdiskusi/tanya jawab antara guru dan siswa
20.5
7
Merefleksikan materi pelajaran
12

Aktivitas siswa sudah menunjukkan kesesuaian dengan aktivitas guru. Aktivitas dominan siswa yang muncul adalah menyajikan hasil pengamatan dalam kelompok kooperatif (22,5%), berdiskusi atau tanya jawab antara guru dan siswa (20.5%), dan bekerja dalam kelompok kooperatif (22.5%). Aktivitas dominan ini menunjukkan bahwa suasana belajar dalam kelompok kooperatif telah berjalan. Demikian pula presentasi di depan kelas terhadap hasil diskusi pada kelompok kooperatif juga sudah berjalan.

b.  Data prestasi belajar siswa
Berikut ini data tentang prestasi belajar siswa pada siklus kedua.


Tabel  :
Skor Prestasi Belajar Siswa Siklus Kedua

Kelompok
Skor Perkembangan 2

Predikat
1
30
Super
Super I
2
20
Baik
3
25
Hebat
4
20
Baik

5
20
Baik

Dari hasil kuis kedua nilai yang diperoleh sudah ada peningkatan. Dari 22 Siswa yang mengikuti kuis, 18 siswa yang mendapatkan nilai di atas 65. Ini berarti pembelajaran siklus kedua 18 siswa (81.82%) yang belajarnya tuntas. Sedang dari kuis kedua ini diperoleh jumlah kelompok yang meraih predikat meningkat menjadi 5 kelompok (pada kuis pertama hanya 3 kelompok). Kelompok yang meraih predikat tersebut adalah kelompok 1 dengan predikat super, kelompok dua dengan predikat baik, kelompok 3 dengan predikat hebat, kelompok 4 dan kelompok 5 dengan predikat baik.  

4. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi pada siklus 2 menunjukkan kemajuan dengan temuan adanya peningkatan aktivitas guru da1am membimbing kelompok belajar untuk memotivasi siswa agar mereka dapat bekerja secara kooperatif dengan teman sekelompoknya. Hal ini berarti suasana diskusi dalam kelompok kooperatif lebih hidup dan arus diskusi menyebar, tidak tampak siswa yang ingin menonjolkan diri. Namun pada siklus ini masih terdapat kekurangannya yaitu keberanian siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi.

Siklus 3
l. Perencanaan
Permasalahan yang terjadi pada siklus 2 akan diatasi pada siklus 3. Beberapa hal yang direncanakan guru untuk menyelesaikan permasalahan pada siklus kedua adalah (1) guru berusaha memberi kesempatan kepada semua kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, (b) guru berusaha menyesuaikan tingkat kesulitan dan jumlah butir soal dengan waktu yang tersedia, (c) guru lebih memotivasi siswa agar tidak ragu-ragu mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas, dan (d) guru berusaha lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk menganalisis data dan  mengembangkannya.

2. Pelaksanaan
Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan memberi apersepsi kepada siswa dengan menanyakan materi pelajaran yang lalu dan sekarang. Kemudian memacing siswa dengan bertanya, apakah pentingnya  mematuhi peraturan sekolah  dalam kehidupan sehari-hari. Guru menginformasikan bahwa pada hari itu siswa akan belajar tentang membiasakan berkata dan bekerja dengan jujur. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada waktu itu siswa sudah duduk dalam kelompok kooperatif. Guru membagi LKS dan meminta siswa berdiskusi dengan teman sekelompoknya untuk pengerjaan LKS tersebut.

3. Observasi
a. Aktivitas Guru
Berikut disajikan data hasil pengamatan kegiatan pembelajaran.
1)    Data hasil pengamatan terhadap aktivitas guru pada siklus ketiga ditunjukkan pada tabel di halaman berikut :

Tabel  :
Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran
 Implementative  Siklus Ketiga
No
Kategori Aktivitas Guru
% Kemunculan
1
2

3
4

5


6
7
Menyampaikan pendahuluan
Menjelaskan materi / mendemontrasikan
Ketrampilan
Memotivasi siswa dalam kelompok kooperatif
Memberi latihan terbimbing dalam kelompok kooperatif
Memeriksa Pemahaman siswa dan memberikan umpan balik bagi siswa yang bertanya dan meng klarifikasi materi yang kurang jelas
Resitasi/tanya jawab
Membantu siswa melakukan refleksi

18.75
25.05

6.20
25.02

9.35


6.28
9.35

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada siklus ketiga terdapat perbedaan penggunaan waktu yang mencolok. Dominasi waktu digunakan oleh guru untuk menjelaskan dan mendemontrasikan ketrampilan dan memberikan latihan terbimbing pada kelompok kooperatif yang masing­masing mengambil waktu 25.05%. Aktivitas lain, memotivasi siswa (6,20%), memeriksa pemahaman siswa dan memberikan umpan balik (9,35%), resitasi/tanya jawab (6,28%) dan membantu siswa melakukan refleksi (9,35%).
Sebagaimana pada siklus pertama dan kedua, aktivitas pendahuluan secara kuantitatif tampak mengambil waktu banyak (18,75%). Hal ini disebabkan karena di dalam aktivitas pendahuluan terdapat 4 sub aktivitas sehingga persentase yang terbaca pada tabel tinggi. Analisis ini juga didukung oleh persentase penggunaan waktu secara keseluruhan tiap siklus. Pada siklus pertama, pendahuluan mengambil Waktu 25.72%, siklus kedua 17%, dan siklus ketiga 18,75%. Tampak bahwa pada setiap siklus, waktu yang dibutuhkan kurang dari 20%, tidak sampai mengambil seperlima keseluruhan waktu.


2) Aktivitas Siswa
Pada siklus ketiga tampak bahwa siswa lebih siap mengikuti kegiatan pembelajaran. Ketika guru masuk siswa sudah siap duduk dalam kelompok kooperatifnya. Begitu juga ketika menjawab pertanyaan, apersepsi guru siswa tampak antusias, dan berebut mengacungkan tangan untuk melakukan demontrasi di depan kelas.

Tabel  :
Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus Ketiga
No
Kategori Aktivitas Siswa
% Kemunculan
1
Memperhatikan penjelasan guru
12
2
Membaca/mengerjakan (buku siswa, LKS, Soal)
15.60
3

Bekerja dalam kelompok kooperatif
9,40
4

Mendemontrasikan kegiatan yang ada dalam LKS
15,67
5
Menyajikan hasil pengamatan dalam diskusi
kelompok kooperatif
25

6
Berdiskusiltanya/jawab antara guru dan siswa
12,5

7
Merefleksikan materi pelajaran
9,38

Pada siklus ketiga aktivitas siswa dalam kelompok kooperatif lebih dipertajam lagi, menyajikan hasil pengamatan dalam diskusi kelompok kooperatif (25%), membaca / mengerjakan LKS (15,85.71%), dan mendemontrasikan kegiatan yang ada pada LKS (15,67%).



b. Data Prestasi Siswa
Berikut ini data tentang prestasi belajar siswa pada siklus ketiga.
Tabel 4.9
Skor Prestasi Belajar Siswa Siklus Ketiga
Kelompok
Skor Perkembangan 3
Predikat
1
30
Super
2
25
Baik
3
25
Hebat
4
30
Super
5
30
Super

Dari hasil kuis ketiga terjadi peningkatan prestasi belajar siswa. Dari 22 orang siswa yang mendapatkan nilai diatas 65 sebanyak 20 siswa ini berarti pembelajaran siklus ketiga ada 20 siswa (90.91%) tuntas belajarnya. Kelompok 1, kelompok 4 dan kelompok 5 dengan predikat super, kelompok 3 dengan predikat hebat, kelompok 2 dengan predikat baik. Hal ini berarti ada peningkatan predikat kelompok.   

4. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi pada siklus 3, diperoleh hasil temuan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam menyajikan hasil pengamatan dalam kelompok kooperatif, peningkatan aktivitas guru dalam membimbing kelompok kooperatif dalam mengerjakan tugas. Namun hal ini masih terdapat kelemahan pada aktivitas siswa pada saat diskusi kelas, siswa belum terampil menyeleksi pendapat. Masih banyak pendapat yang mengulang pendapat kawan meskipun reaksinya berbeda.

B. Pembahasan Atas Hasil Tindakan
Berdasarkan data yang diperoleh dari siklus 1 sampai dengan siklus 3 menunjukkan adanya perubahan ke arah peningkatan aktivitas belajar siswa untuk pencapaian tujuan penelitian.
Pada siklus l, aktivitas guru yang menonjol dalam kegiatan pembelajaran adalah menyampaikan pendahuluan (20%) Tahap pendahuluan ini memerlukan waktu yang cukup banyak karena di dalamnya terdapat beberapa sub aktivitas operasional, yaitu (a) identifikasi kemampuan awal siswa, (b) pemberian apersepsi, (c) menyampaikan tujuan pembelajaran, dan (d) penjelasan tahapan kerja untuk tatap muka pada pertemuan itu.
Langkah guru dalam menyampaikan tujuan pembelajaran siswa sudah sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif yang meliputi menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa (Ibrahim, dkk.2000:35). Berdasarkan prinsip pembelajaran Implementative Learning   siswa dapat belajar secara paling baik dalam kontek, dalam seuatu yang terkait dengan kebutuhan yang diterapkan dalam kehidupan mereka (Nur, 2001). Untuk itu guru dalam mengaitkan pelajaran sekarang dengan sebelumnya berusaha dibuat nyata, dengan tidak mengabaikan pengetahuan awal siswa sebelumnya.
Aktivitas guru yang lain adalah memeriksa pemahaman siswa dan memberi umpan balik bagi siswa yang bertanya, dan mengklarifikasi materi yang kurang jelas (22,85%). Hanya saja dalam mengklarifikasi materi yang kurang jelas guru tampak memaksakan pemahaman kepada siswa sejalan dengan kegiatan guru dalam pembelajaran, siswa aktif dalam mendengarkan penjelasan guru (21,42%). Penjelasan guru yang banyak didengarkan siswa bukanlah penjelasan dari metode ceramah langsung melainkan perpaduan penjelasan metode diskusi, demontrasi dan tanya jawab. Siswa aktif dalam mendemontrasikan kegiatan yang ada pada lembar kegiatan siswa (LKS) dengan melakukan  kegiatan. Eksperimen yang dilakukan siswa termasuk  dalam kategori model pembelajaran Implementative Learning, yaitu mengontrol dan mengarahkan siswa menjadi pembelajar yang mandiri (self regulated-learners) dengan cara mernperkenankan siswa selalu melakukan uji coba (trial and error), sehingga pada akhirnya siswa dengan bimbingan yang sedikit dapat memproses informasi, memecahkan masalah, dan memanfaatkannya (Satmoko, 2002 ; 81).
Siswa mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS) dengan cara berkelompok 5 siswa, dengan kemampuan yang berbeda. Yang menjadi kendala dalam pembentukan kelompok adalah pada saat siswa diminta duduk dalarn kelompok kooperatif, siswa masih kebingungan duduk dibangkunya dan beberapa siswa lupa dengan nama-nama anggota kelompoknya, sehingga bertanya kepada guru. Kelemahan pada siklus 1 ini dicoba diatasi pada siklus berikutnya. Sesuai dengan indikator pembelajaran Implementative Learning   dengan pembentukan kelompok siswa diharapkan berpartisipasi secara teratur dalam diskusi dengan cara berbagi (sharing), berkomunikasi, dan menanggapi konsep dan keputusan penting.
Hasil dari lembar kegiatan siswa (LKS) disajikan oleh beberapa kelompok. Beberapa siswa secara bergantian menuliskan hasil pengamatannya, dan siswa kelompok lain menanggapi. Kegiatan ini berlangsung dalam keadaan siswa dan guru sangat antusias. Banyak siswa aktif dalam kegiatan tanya jawab, bahkan beberapa siswa tetap ingin memberikan pendapatnya meskipun jawaban tersebut ternyata sama dengan kelompok sebelumnya Hanya kelemahannya keaktifan siswa tersebut masih tampak menonjolkan diri sendiri dan bukan mewakili kelompoknya. Ini dipengaruhi oleh kurangnya guru dalam memotivasi siswa untuk bekerja kooperatif dan kurangnya guru memberi latihan terbimbing dalarn kelompok kooperatif.
Diakhir pembelajaran guru memberi kuis untuk mengukur prestasi belajar siswa. Nilai yang diperoleh siswa masih belum maksimal, karena dari 22 Siswa yang dapat menuntaskan belajarnya masih 15 siswa.
Pada siklus 2, aktivitas guru yang menonjol dalam kegiatan pembelajaran adalah menyarnpaikan pendahuluan (17,50%). Tahap penda huluan masih memerlukan wakhr yang banyak karena di dalamnya terdapat sub aktivitas operasional seperti yang sudah dibahas pada siklus pertama. Tujuan pembelajaran yang disampaikan guru masih belum menunjukkan peningkatan dari siklus pertama. Langkah guru memberi persepsi sesuai dengan ciri pembelajaran Implementative Learning  , yaitu selalu mengaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa (Depdikbud, 2002).
Aktivitas dominan guru yang lain adalah memeriksa pemahaman siswa dan memberi umpan balik bagi siswa yang bertanya, dan mengklarifikasi materi yang kurang jelas. Guru berusaha agar contoh yang diberikan termasuk dalam konteks yang digunakan siswa dan dapat mengembangkan sikap positif siswa. Terdapat peningkatan aktivitas guru memotivasi siswa dalam kelompok kooperatif (menjadi 7,5% dari 4,28% pada siklus pertama) dan memberi latihan terbimbing dalam kelompok kooperatif (menjadi 12,5% dari 7,15% pada siklus pertama).
Berdasarkan indikator pembelajaran kooperatif, langkah guru membentuk kelompok belajar dan memotivasi siswa bekerja kooperatif. Guru memotivasi agar mereka berdiskusi dengan teman sekelompok sebelum bertanya kepada guru. Langkah ini tampaknya berhasil, sehingga suasana diskusi dalam kelompok kooperatif lebih hidup Latihan terbimbing yang muncul 12,5% dilakukan guru dalam menjelaskan materi. Guru meminta beberapa siswa untuk membantu melaksanakan eksperimen, serta memancing siswa untuk membuat simpulan dari eksperimen tersebut.
Sejalan dengan kegiatan guru, aktivitas siswa dalam pemblajaran adalah siswa aktif menyajikan hasil pengamatan pada kelompok kooperatif (12,5%). Dalam hal ini masih terdapat kelemahan, yaitu keberanian siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok kooperatif di depan kelas. Hanya 4 kelompok yang tampil, rata-rata masih menunjukkan sikap ragu-ragu, khawatir salah. Cara melaporkan hasil kerja kelompoknya masih kurang jelas.
Diakhir pembelajaran guru memberikan kuis untuk mengukur prestasi belajar siswa. Hasil kuis pada siklus 2 terdapat peningkatan dari 15 siswa yang tuntas belajar pada siklus 1 menjadi 18 siswa yang tuntas.
Pada siklus 3, kegiatan guru yang menonjol pada pembelajaran siklus ini adalah memberi latihan terbimbing dalam kelompok kecil (25.05%). Hal ini sejalan dengan aktivitas siswa dalam menyajikan hasil pengamatan dalam diskusi kelompok kooperatif (25%), membaca/mengerjakan LKS (15,71%), dan mendemontrasikan kegiatan yang ada dalam LKS (15,67%).
Aktivitas siswa menyajikan hasil pengamatan dalam diskusi kelompok mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus 2. Siswa sudah tampak percaya diri dan diskusi tampak hidup karena keberanian dari siswa lain untuk menanggapi. Siswa juga sudah tampak bekerja kooperatif, tidak ada yang menonjolkan diri. Hanya saja kelemahan dari kegiatan ini adalah siswa kurang bisa menyeleksi jawaban, sehingga tetap berpendapat meskipun pendapat tersebut sama dengan pendapat lainnya. Namun suasana pem belajaran yang demikian sudah baik dan merupakan susana pembelajaran diharapkan dari kegiatan pembelajaran yang terbentuk lingkungan kerjasama diantara siswa (Hernowo, 2001)
Dengan demikian salah satu ciri pembelajaran Implementative Learning   dimana contoh-contoh yang diberikan dapat mengembangkan sikap positif pada diri siswa sudah tampak dibandingkan dengan siklus pertama dan siklus kedua. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran Implementative Learning yang diterapkan guru sudah berhasil mengembangkan sikap positif siswa. Sikap positif yang dimaksud adalah sikap siswa menghargai temannya, etika berdiskusi. Pada siklus yang pertama siswa masih bersikap menonjolkan diri, kurang bisa bekerja kooperatif, dan kurang menghargai pendapat temannya. Pada siklus kedua sikap menonjolkan diri sudah berkurang dan mulai bisa bekerja kooperatif. Pada siklus ketiga sikap yang negatif tersebut sudah tidak tampak. Diakhir pembelajarn guru memberikan kuis untuk mengukur prestasi belajar siswa. Pada siklus ini tampak bahwa prestasi belajar siswa meningkat cukup tajam, dari siklus pertama yang tuntas 15 siswa (68.18%) siklus kedua 18 siswa (81.82%) meningkat menjadi 20 siswa (90.91%) pada siklus ke tiga.

BAB V
PENUTUP


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa :
l .  Aktivitas belajar siswa dapat ditingkatkan melalui pendekatan Implementative Learning dalam pembelajaran IPS  di kelas  X AK I SMKN I Kadipten Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013. Hal ini ditunjukkan adanya kualifikasi siswa dalam belajar secara kelompok dengan predikat pada siklus l : hebat sebanyak 1 kelompok, baik sebanyak 2 kelompok, dan tidak berpredikat 2 kelompok; pada siklus 2 : super sebanyak 1 kelompok, hebat sebanyak 2 kelompok, baik sebanyak 2 kelompok sedangkan pada siklus 3: super sebanyak 3 kelompok hebat sebanyak 1 kelompok, dan baik sebanyak 1 kelompok.
2.  Peningkatan aktivitas belajar melalui pendekatan Implementative Learning    dalam pembelajaran IPS  di kelas  X AK I SMKN I Kadipten Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat Tahun Pelajaran 2012/2013  dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan sebesar 81.00% meningkat pada siklus 1 sebesar 68.18%, siklus 2 sebesar 81.82%, dan siklus 3 sebesar 90.91%.


B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas dan sesuai dengan pentingnya penelitian, berikut dikemukakan saran-saran antara lain :
1. Agar hendaknya guru IPS menggunakan pendekatan ini sebagai alternatif tindakan dalam mengatasi pembelajaran IPS khususnya peningkatan aktivitas belajar siswa.
2. Untuk memperoleh gambaran hasil belajar yang lebih menyeluruh, sebaiknya tidak hanya dilakukan tes, semi autentik (Quasi authentic) melainkan beberapa teknik penilaian autentik seperti penilaian kinerja, observasi intensif, dan Implementative Learning   diterapkan secara bervariasi.
3. Bagi peneliti lain, hendaknya dapat mengembangkan penelitian ini sehingga dapat digeneralisasikan secara porporsional.










DAFTAR PUSTAKA


Departemen Pendidikan Nasional, 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah : Buku 5 Pembelajaran dan Pengajaran Implementaitve. Jakarta : Depdiknas.
____________________________, 2006. Model  Pembelajaran Inovatif bagi Pengajaran, Jakarta ; Depdiknas 
Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya
Kasihani dan Astini,  Implementative dalam Pembelajaran  IPS Makalah pada Pelatihan TOT Guru Mata Pelajaran  IPS dari Enam Propinsi. Di Surabaya tanggal 20 Juni s/d 6 Juli 2001.
Satmoko, 2004. Pendekatan Implementative Learning. Jakarta : Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Nur, Muhammad, 2001. Pengajaran dan pernbelajaran Implementative . Makalah pada Pelalihan TOT Guru Mata Pelajaran  Sejarah. Di Surabaya tanggal 20 Juni s/d 6 Juli 2007.
Sayyid Hasan, 2002, Keunggulan Metode Mengajar Variatif, CV. Tunas Mandiri,  Surabaya.
Sani Nur, 2008,  Artikel Kependidikan, Lintas Media,  Yogyakarta




Lampiran I
Tabel :  Form Aktivitas guru  
                                  Dalam  Pembelajaran Implementative  

No
Kategori Aktivitas Guru IPS
Kemunculan
1
Menyampaikan pendahuluan

2
Menjelaskan materi / mendemontrasikan ketrampilan

3
Memotivasi siswa dalam kelompok kooperatif

4
Memberi latihan terbimbing dalam kelompok kooperatif

5
Memeriksa pemahaman siswa dan memberikan umpan
balik bagi siswa yang bertanya dan mengklarifikasi
materi yang kurang jelas

6
Resitasi/tanya jawab

7
Membantu siswa melakukan refleksi















Lampiran  II

 Tabel : Form Kegaiatan Siswa Selama KBM
                                      Dalam Pembelajaran Implementative
No
Kategori Aktivitas Siswa
% Kemunculan
1
Memperhatikan penjelasan guru

2
Membaca/mengerjakan (buku siswa, LKS, Soal)

3

Bekerja dalam kelompok kooperatif

4

Mendemontrasikan kegiatan yang ada dalam LKS

5
Menyajikan hasil pengamatan dalam diskusi
kelompok kooperatif

6
Berdiskusiltanya/jawab antara guru dan siswa

7
Merefleksikan materi pelajaran
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar